Marhaenist.id – Dalam konteks pemilu elektoral atau pemilihan umum, biasanya ada beberapa segmen para pemilih yang bisa dikelompokkan menjadi beberapa bagian kelompok yang umumnya menjadi acuan bagi pemetaan basis massa.
Pertama adalah kelompok organik atau basis ideologis. Kedua kelompok lawan politik dari kubu yang berseberangan. Ketiga adalah massa mengambang, mereka yang tidak memiliki pilihan politik.
Biasanya kelompok ketiga adalah kelompok pemilih yang tidak terikat dengan basis massa atau pilihan partai apapun, dan juga tidak bisa dikategorikan sebagai pemilih golput yang memang sedari awal memang tidak memilih apapun.
Massa mengambang biasanya secara umum dikenal sebagai swing voters, yakni pemilih yang pilihan politiknya bisa berubah – ubah. Tentunya pemilih tersebut tidak bisa mudah digaet dengan hal – hal ideologis.
Pada jaman orde baru Otoritarianisme politik massa mengambang sangat kerap kali dilakukan, untuk membebek kepada keputusan otoritas pemerintah.
Demi menciptakan stabilitas politik dan mengalihkan prioritas dari ideologi ke pembangunan ekonomi, pemerintah Orde Baru memberlakukan politik massa mengambang.
Kebijakan ini intinya membatasi kegiatan politik praktis di tingkat desa (umumnya), membuat kawasan tersebut “terapung” atau terpisah dari hiruk-pikuk politik. Salah satu aturannya adalah melarang kampanye di luar waktu pemilu yang ditetapkan.
Satu-satunya cara untuk mengantisipasi hal tersebut adalah penguatan sistem kepartaian bagi setiap partai untuk mempersiapkan kader-kader terbaiknya untuk bisa siap terjun ke masyarakat dengan membawa aspirasi mereka (masyarakat) dan dikejewantahkan dalam wujud program konkrit.
Kemudian penguatan ideologis kepartaian yang dimulai dengan adanya sekolah partai hingga agenda agenda kepartaian yang membuat nilai ideologis dari partai tersebut tampak hingga bisa menyentuh ke masyarakat.***
Penulis: Bagus Adil, Bendahara DPC PA GMNI Situbondo, Ketua KPPD Situbondo.