By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
Pernyataan Sikap SP-NTT: Polemik Geothermal Flores-Lembata dan Polemik Investasi di Pulau Padar Taman Nasional Komodo
Semangat Muda Kaum Nasionalis: Deklarasi GSNI Pacitan
Aksi Mahasiswa: Bubarkan DPR ?
Mas Bambang Patjul Dibutuhkan Fokus Skala Nasional
‎Dugaan 22 Anak SD Keracunan Makanan dari Program MBG, Ketua GMNI Inhil: Kurangnya Kontrol Pihak Terkait

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2024 Marhaenist. Pejuang Pemikir. All Rights Reserved.
Opini

Membaca Ulang Demokrasi Nepotik dalam Politik Indonesia

Eko Zaiwan
Eko Zaiwan Diterbitkan : Jumat, 27 Juni 2025 | 13:36 WIB
Bagikan
Waktu Baca 4 Menit
Foto: Eko Zaiwan, Alumni GMNI/MARHAENIST.
Bagikan
iRadio

Marhaenist.id – Demokrasi yang kita anut—“dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”—dalam praktiknya telah mengalami berbagai modifikasi. Sistem pemilu langsung, kebebasan berkumpul dan berpendapat, serta eksistensi partai politik merupakan infrastruktur utama demokrasi yang terus dikembangkan sejak reformasi. Setiap pemilu, selalu hadir partai-partai baru yang menunjukkan semangat partisipasi politik warga.

Namun, meski secara prosedural demokrasi Indonesia tampak berjalan, substansi dan etikanya justru terus digerus. Salah satu penyimpangan paling menonjol adalah maraknya demokrasi nepotik, di mana kekuasaan politik diwariskan melalui hubungan darah atau kekerabatan, bukan berdasarkan kompetensi dan integritas.

Fenomena ini makin gamblang terlihat dalam berbagai pilkada dan pemilu. Seseorang bisa dengan mudah dicalonkan menjadi kepala daerah atau anggota legislatif karena statusnya sebagai anak, istri, adik, atau kerabat pejabat sebelumnya. Pemilu pun menjelma menjadi seremoni belaka yang hanya melegitimasi dominasi klan politik yang itu-itu saja.

Dalam konteks ini, demokrasi tak ubahnya kendaraan untuk mempertahankan kekuasaan keluarga. Nepotisme tidak hanya melanggar prinsip meritokrasi, tetapi juga menumpulkan akuntabilitas pemimpin terhadap rakyat. Ketika loyalitas politik diarahkan kepada keluarga, bukan kepada konstituen, maka kebijakan publik rawan tersandera kepentingan pribadi atau kelompok kecil.

Yang lebih mengkhawatirkan, praktik ini kerap difasilitasi oleh partai politik itu sendiri. Alih-alih menjalankan fungsi rekrutmen kepemimpinan berbasis kompetensi, banyak partai justru menjadi kendaraan privat bagi segelintir elite. Tak heran jika kaderisasi macet, dan ruang partisipasi rakyat makin menyempit.

Di sinilah letak persoalannya: demokrasi kita terlalu fokus pada prosedur, tetapi abai pada substansi. Pemilu boleh bebas, partai boleh banyak, dan kebebasan berekspresi dijamin. Namun, jika hasil akhirnya hanya melanggengkan kekuasaan keluarga, maka demokrasi telah kehilangan jiwanya.

Baca Juga:   Merantau Keluar Negeri, Antara Peluang Emas dan Dilema Bangsa

Krisis kepercayaan dan keadaban

Konsekuensi dari demokrasi nepotik adalah krisis kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi. Ketika rakyat merasa bahwa suara mereka tak membawa perubahan, maka apatisme politik tumbuh subur. Partisipasi politik jadi formalitas, bukan ekspresi kesadaran.

Dalam jangka panjang, kondisi ini melahirkan stagnasi kebijakan. Pemimpin yang muncul dari jaringan nepotisme cenderung tidak progresif, bahkan anti-inovasi, karena lebih sibuk menjaga harmoni dalam lingkaran kekuasaan. Ruang publik yang seharusnya menjadi arena gagasan, berubah menjadi panggung politik transaksional.

Yang lebih parah, praktik semacam ini memudarkan nilai keadaban dalam politik. Demokrasi bukan sekadar sistem, tetapi juga etika. Ketika prinsip kesetaraan dan kepantasan dikalahkan oleh loyalitas darah, maka yang lahir bukan pemimpin, melainkan pewaris tahta.

Membongkar siklus

Menghadapi kenyataan ini, langkah korektif harus dilakukan di berbagai tingkat. Pertama, reformasi internal partai politik mutlak diperlukan. Partai harus berani membuka rekrutmen kepemimpinan secara terbuka, transparan, dan berbasis merit.

Kedua, penyelenggara pemilu perlu mendorong perbaikan regulasi yang lebih tegas terhadap potensi konflik kepentingan dalam pencalonan kerabat petahana. Aturan tentang batas waktu, wilayah kekuasaan, serta keterlibatan petahana dalam mendukung kerabat harus diperjelas.

Ketiga, masyarakat sipil harus terus memperkuat kesadaran kritis. Demokrasi akan sehat jika rakyat aktif, kritis, dan berani menolak politik dinasti. Kita tidak boleh terbiasa dengan politik yang diwariskan, bukan dipertanggungjawabkan.

Sudah saatnya kita menegaskan kembali bahwa demokrasi bukan sekadar soal memilih pemimpin, tetapi soal menjamin keadilan, kesetaraan, dan martabat manusia. Jika nepotisme terus dibiarkan menjangkiti demokrasi, maka yang tersisa hanyalah kulit demokrasi tanpa isi. Demokrasi kita akan kehilangan daya koreksi, dan rakyat kehilangan harapan.


Penulis: Eko Zaiwan, Alumni GMNI.

Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

Foto: Desain Grafis oleh SP-NTT/MARHAENIST
Pernyataan Sikap SP-NTT: Polemik Geothermal Flores-Lembata dan Polemik Investasi di Pulau Padar Taman Nasional Komodo
Senin, 25 Agustus 2025 | 17:44 WIB
Semangat Muda Kaum Nasionalis: Deklarasi GSNI Pacitan
Senin, 25 Agustus 2025 | 13:34 WIB
Aksi Mahasiswa: Bubarkan DPR ?
Senin, 25 Agustus 2025 | 13:28 WIB
Mas Bambang Patjul Dibutuhkan Fokus Skala Nasional
Minggu, 24 Agustus 2025 | 21:13 WIB
‎Dugaan 22 Anak SD Keracunan Makanan dari Program MBG, Ketua GMNI Inhil: Kurangnya Kontrol Pihak Terkait
Sabtu, 23 Agustus 2025 | 19:24 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Insight
Peringati HUT Kemerdekaan RI, DPC GMNI Touna dan DPK GMN Bung Tomo Manajenen Gelar Nobar Sekaligus Bedah Film bersama Masyarakat
Kabar GMNI
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Kabar PA GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Kabar PA GMNI
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi
Kabar PA GMNI

Lainnya Dari Marhaenist

Kabar GMNI

Cegah Korupsi, GMNI Desak KPK & Kejaksaan Lakukan Pengawasan Ketat pada Program Air Bersih Gratis di PPU

Marhaenist.id, Penajam Paser Utara - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Penajam Paser…

Rektor Universitas Negeri Malang (UM) terpilih periode 2022-2027 Prof. DR. Haryono, M.Pd. FILE/IST. Photo
Infokini

Haryono Terpilih Jadi Rektor UM Periode 2022-2027

Marhaenist - Haryono terpilih menjadi rektor Universotas Negeri Malang (UM) periode 2022-2027.…

Artikel

Semaoen, Sang Pendiri Partai Komunis di Indonesia

Marhaenist.id - Dialah Semaoen pendiri Partai Komunis Indonesia atau PKI. Semaun adalah…

Opini

Nominasi OCCRP dan Beban Berat Presiden Prabowo

Marhaenist.id - Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) adalah lembaga independen jaringan…

Kabar GMNI

GMNI Surabaya Mengecam Wacana Pengelolahan Tambang oleh Perguruan Tinggi: Merusak Marwah Lembaga Pendidikan

Marhaenist.id, Surabaya - Wacana pemberian izin usaha tambang untuk perguruan tinggi yang…

Polithinking

Awali Debat Pamungkas, Ganjar: Tuanku ya Rakyat, Jabatan Hanyalah Mandat

Marhaenist.id, Jakarta - Calon presiden (Capres) nomor urut 03, Ganjar Pranowo, kembali…

Kabar GMNI

Aktualisasi Marhaenisme dalam Gerakan, GMNI Malang Gelar KTD

Marhaenist.id, Malang - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)…

Kabar GMNI

GMNI Kota Tangerang Gelar PPAB Sekaligus Deklarasi Cabang

Marhaenist - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) melaksanakan kegiatan Pekan Penerimaan Anggota…

Kabar GMNIOpini

Mengapa Harus #AdiliJokowi? Analisis Dampak Kebijakan dan Pengelolaan Anggaran yang Menyebabkan Kesengsaraan Rakyat

Marhaenist.id - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh pemerintahan Prabowo…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar PA GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

Ikuti Kami

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?