
Marhaenist.id – Sekitar siang atau sore hari ini pada tanggal 15 Juli 2025 telah dibuka Kongres GMNI versi Immanuel Cahyadi di Bandung, Jawa Barat. Kota dengan julukan Bandung lautan api yang merupakan tempat dimana banyak historis gerakan terjadi serta tempat dimana para intelektual progresif revolusioner berproses kini menjadi arena tontonan perpecahan didalam tubuh GMNI. Perpecahan yang telah diwarisi baik oleh gerbong Arjuna Putra Aldino maupun gerbong Immanuel Cahyadi sejak Kongres ke XXI pada tahun 2019 diKota Ambon, Maluku.
Dualisme ini menciptakan citra buruk GMNI yang katanya organisasi kader berbasis gerakan progresif revolusioner yang konkrit kini tidak lebih dari sekedar organisasi yang dimana pertarungan ego terjadi. Adu ego yang motifnya beraneka ragam ini baik kepentingan politik, eksistensi gerbong masing-masing, perbedaan pandangan, menikmati dinamika kusir serta berbagai motif lainnya yang kesemuanya bermuara pada ego sektoral individu-individu di GMNI.
Dampak dari problematika yang terjaadi ini berimbas kepada melemahnya pengelolaan organisasi, menggerakkan kaderisasi yang berbasis ajaran luhur Gmni serta tidak mampu menjawab persoalan simarhaen yang merupakan jantung gerakan ini. Semangat gandrung persatuan Gmni yang diawali oleh fusi tiga organisasi yang berhimpun menjadi satu pada masa konsolidasi ketiga organisasi yang menyatukan diri yang kemudian melakukan dies natalis pada tahun 1954 di Surabaya kini ternodai oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Langkah gerbong Immanuel Cahyadi yang melakukan kongres sepihak justru semakin menjauhkan semangat persatuan itu sendiri. Disaat yang lain gandrung akan persatuan, bukannya menciptakan rekonsiliasi untuk menyelesaikan warisan konflik yang telah dibuat olehnya malah justru memperpanjang konflik yang telah ia ciptakan bersama Arjuna Putra Aldino sejak kongres GMNI XXI Ambon 2019.
Padahal hari ini terjadi faksionalisasi dalam gerakan ini baik yang telah dia lakukan sejak tahun 2019, gerbong Arjuna Putra Aldino yang merupakan seteru gerbong Immanuel Cahyadi maupun adanya faksi baru yang sudah lelah dengan dinamika yang dilakukan oleh gerbong Immanuel Cahyadi maupun gerbong Arjuna Putra Aldino sehingga tidak mengakui kedua DPP tersebut.
Artinya ada ketiga faksi dalam tubuh GMNI hari ini gerbong Arjuna Putra Aldino, gerbong Immanuel Cahyadi maupun yang tidak mengakui keduanya namun gandrung akan persatuan. Pertanyaannya apakah Kongres yang dilakukan oleh DPP GMNI versi Immanuel Cahyadi adalah solusi untuk turbulensi ditubuh GMNI yang semakin parah ini? Tentu tidak. Justru akan semakin menciptakan perpecahan.
Bukti kongkritnya dalam pembukaan Kongres Gmni versi DPP Immanuel Cahyadi hari ini saya mendengar ada penolakan dari kader GMNI Bandung itu sendiri. Badan Kerja Cabang GMNI Bandung yang merupakan cabang GMNI dari Kota Bandung itu sendiri dan tidak merupakan bagian dari DPP GMNI versi Immanuel Cahyadi maupun DPP GMNI versi Arjuna Putra Aldino menolak keras Kongres diselenggarakan bahkan sampai melakukan demonstrasi besar-besaran menolak Kongres Gmni versi Immanuel Cahyadi ini diselenggarakan.
Dari hal yang terjadi ini kita bisa melihat bahwasanya Kongres GMNI versi Immanuel Cahyadi ini tidak memiliki legitimasi gerakan yang konkrit juga menyeluruh sebab ada reaksi kontra yang besar apabila kita melihat peristiwa hari ini.
Oleh karena itu saya akan mencoba menjabarkan beberapa analisa konkrit mengapa Kongres GMNI versi Immanuel Cahyadi ini tidak mencerminkan semangat persatuan tapi justru klaim sepihak.
Tidak ada Pertanggungjawaban Moral terhadap Dosa Organisasi
Banyak hal yang lari dari tanggungjawab tapi kita akan berbicara pada hal yang krusial yaitu warisan perpecahan dan masa jabatan. Perpecahan yang sudah diwarisi oleh DPP GMNI versi Immanuel Cahyadi maupun Arjuna Putra Aldino adalah dosa besar yang sangat merugikan bagi seluruh kader GMNI terutama bagi kader ditingkatan basis baik ditingkatan komisariat, cabang maupun daerah. Efek dari perpecahan ini bagi mayoritas kader GMNI sangat terasa bagi basis, padahal bukan anggota maupun kader ditingkat basis yang menciptakan konflik tersebut namun harus memikul dampak besarnya apalagi perpecahan ditubuh GMNI sudah merupakan rahasia umum.
Belum lagi masa jabatan yang sudah sangat melewati tenggat waktu, masa perioderisasi DPP harusnya tiga tahun sehingga seyogianya kongres harus diselenggarakan pada tahun 2022 tetapi ada isu yang berkembang karena pengurus DPP baik versi Immanuel Cahyadi maupun Arjuan Putra Aldino ingin mencari momentum di Pilpres 2024 terlepas dari benar atau tidaknya isu tersebut.
Bilamana melihat tanggungjawab yang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya apabila Immanuel Cahyadi maupun Arjuna Putra Aldino gentlemen juga rasa bersalah harusnya melakukan rekonsiliasi kemudian mundur secara kesatria dari singgasana mereka lalu menyerahkan kepada kader-kader independen dalam bentuk Badan Penyelamat Organisasi untuk melaksanakan Kongres Luar Biasa bersama yang diinisiasi oleh semua pihak bukan malah menyelenggarakan kongres sepihak.
Menghianati Amanat Rakernas GMNI 2022 versi DPP Immanuel Cahyadi
Membuat kesepakatan untuk dilanggar. Itulah kata yang pantas untuk melihat cara gerbong GMNI versi Immanuel Cahyadi ini bersikap dengan menyelenggarakan kongres secara sepihak ini. Dalam Rakernas yang diselenggarakan di Ancol pada tahun 2022 delegasi Rakernas menyepakati untuk melakukan Kongres Persatuan yang dilakukan bersama-sama dengan gerbong DPP GMNI Arjuna Putra Aldino.
Meski gayung tidak bersambut, karena ada penolakan dari gerbong DPP GMNI Arjuna Putra Aldino ketika itu namun komitmen tetaplah komitmen. Dengan adanya Kongres sepihak bukan justru kongres yang dilaksanakan secara bersama-sama maka jelas terang benderang bahwa DPP GMNI versi Immanuel Cahyadi justru menciderai komitmen yang dilakukan secara bersama-sama padahal pada tahun 2022 sudah mencoba membangun semangat persatuan tetapi tiga tahun kemudian justru mengingkarinya.
Kongres Sepihak justru Menumbuhkan Hegemoni Oknum dan Klaim Kepemilikan
Dalam menjawab rencana Kongres GMNI versi mereka, gerbong Immanuel Cahyadi selalu mengatakan kalau ingin persatuan maka datang ke Kongres mereka atau kalau ingin persatuan maka meleburlah. Apakah ini rumusan konkrit dalam menciptakan persatuan, justru tidak? Ini namanya pemaksaan kehendak dengan alibi persatuan, harusnya membangun persatuan itu sebagai sesama kader ideologis mengutamakan rekonsiliasi secara menyeluruh baik emosional bonding maupun persepsi dalam melihat gerakan ini untuk coba disatupadukan melalui forum besar konsolidasi nasional dulu yang diselenggarakan bukan oleh satu faksi tetapi semua faksi yang hari ini berdinamika bukan malah memaksakan kongres yang itupun diselenggarakan secara sepihak.
Dengan adanya Kongres yang dilaksanakan secara sepihak justru malah akan menciptakan rasa kepemilikan secara sepihak karena kongres dilaksanakan secara sepihak bukan menyelesaikan konflik yang terjadi dulu yang outputnya akan menyelenggarakan kongres bersama-sama.
Merawat Dinamika yang tidak Sehat Secara Berkepanjangan
Dengan adanya kongres yang dilaksanakan secara sepihak dengan banyak penolakan oleh simpul-simpul GMNI yang tidak sedikit pastilah akan menimbulkan reaksi yang berkelanjutan oleh para simpul yang kontra dengan kongres sepihak ini. Apakah akan mendekatkan kita kepada cita-cita persatuan yang sejatinya persatuan? Justru tidak. Bisa saja Kongres sepihak ini malah justru menjauhkan kita dari kerinduan kita semua sebagai anggota juga kader GMNI terutama mereka yang dikomisariat,cabang dan daerah yang sangat gandrung akan persatuan.
Adanya kongres yang dilakukan secara sepihak ini justru mempertontonkan kepada kita bahwasanya ada ego yang besar yang dilakukan oleh gerbong DPP versi Immanuel Cahyadi, bukannya malah secara gentlemen untuk bertanggungjawab secara moral maupun melakukan rekonsiliasi tetapi malah mempertontonkan hegemoninya dengan klaim sepihak melalui kongres GMNI yang dilakukan oleh gerbongnya saja.
Akhir kata tulisan saya ini dengan segala rasa hormat tidak untuk memperkeruh suasana atau memperpanjang konflik tetapi sebagai sesame saudara seideologis justru mengingatkan sesama kawan perjuangan untuk kembali pada rel-nya persatuan. Saya tidak punya masalah pribadi dengan siapapun tetapi ini berangkat dari cara pandang saya sebagai seorang kader di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia yang kita cintai ini. Panjang umur persatuan!!!.***
Penulis: Jansen Henry Kurniawan, Kader GMNI Kelas Bawah.