Marhaenist.id – Dibandingkan dengan tokoh-tokoh bangsa yang telah mendapatkan gelar Pahlawan Nasional, nama Tan Malaka memang kalah populer di mata masyarakat. Namun bagi yang mengikuti sejarah ideologi revolusioner, Tan Malaka adalah nama yang terlalu penting untuk dilupakan. Tan Malaka merupakan tokoh yang pertama menulis gagasan berdirinya Republik Indonesia, mendahului Bung Hatta maupun Bung Karno, melalui bukunya yang berjudul “Naar de Republiek Indonesia” (Menuju Republik Indonesia) pada tahun 1925.
Perjuangan politik Tan Malaka lebih diwarnai pembangkangan terhadap penguasa. Kehidupannya bahkan lebih dikenal dari penjara ke penjara. Ketika jaman kolonialisme Belanda, ia harus mendekam di penjara. Ketika Jepang berkuasa, ia dipenjara. Bahkan ketika Indonesia merdeka pun, ia dipenjara. Ia selalu menjadi pembangkang penguasa. Perjuangannya tidak diakhiri dengan suatu jabatan publik. Bahkan ketika mati pun, Tan Malaka harus menjadi nama yang terpenjara.
Banyak di antara kita yang mempertanyakan, benarkah Tan Malaka seorang komunis? Jika ditinjau dari latar belakang keluarganya, sebenarnya ia dilahirkan dari keluarga yang sangat agamis. Dan pengetahuannya tentang Islam cukup luas dan dalam. Dalam sejarahnya kemudian, Tan Malaka memang terlibat dalam pendirian Partai Komunis Indonesia. Tan Malaka juga merupakan tokoh Indonesia yang sangat dikenal di komunitas komunisme internasional (Komintern). Bahkan dalam kongres Komintern bulan November 1922 di Moskow, Tan Malaka didaulat untuk berpidato sebagai wakil dari Indonesia. Selanjutnya ia ditunjuk sebagai wakil Komintern untuk wilayah Asia Tenggara.
Namun perjalanan intelektualnya yang pernah membawanya berguru pada HOS Tjokroaminoto sebagai pemimpin Sarekat Islam, ikut mewarnai pemikirannya sebagai seorang Marxist yang berwarna Islam. Di antara banyak penganut Marxist atau komunis yang cenderung memusuhi agama, Tan Malaka memiliki pandangan yang berbeda terhadap agama, khususnya Islam. Ia tidak melihat agama sebagai candu masyarakat, sebagaimana diucapkan oleh Karl Marx. Sebaliknya, Tan Malaka acapkali menunjukkan bahwa komunisme dapat berjalan beriringan dengan Islam. Bahkan ia mengatakan bahwa gerakan komunisme tidak akan berhasil mengusir kolonialisme jika tidak bekerja sama dengan Pan Islamisme. Akibatnya, karena pandangan ini, ia berseberangan dengan banyak tokoh komunis, termasuk dengan tokoh komunis di Indonesia.
Menurut sejarahwan Anhar Gonggong, Tan Malaka adalah tokoh yang dekat dengan Tjokroaminoto. Tan Malaka memiliki keyakinan yang sama bahwa Islam adalah potensi besar untuk membawa kaum bumiputra menuju kemerdekaan. Hal ini terbukti dengan pembentukan SI “merah” oleh Tan Malaka, karena ia tidak ingin Islam dipertentangkan dengan komunisme. Karena pemikirannya ini, dan juga ketidaksepahamannya untuk melakukan revolusi PKI tahun 1926 menyebabkannya harus didepak dari PKI.***
Diadaptasi dari Buku “Tokoh-tokoh Dunia yang Besar Setelah Dipenjara” karangan Radis Bastian & Balqis Khayyirah.