By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar Alumni GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
Pulau Buru dan Pengarahan Tenaga Kerja Tapol
Ironi di Kawasan HTI RAPP: GMNI Temukan Sekolah Beralas Pasir dan Lansia Terabaikan Fasilitas Kesehatan di Kampar Kiri
Beredar Akun Facebook Palsu Atas Nama Dirinya, Karyono Wibowo: Ada Orang yang tidak Bertanggungjawab – Mohon Abaikan
Andai Bank BRI Jadi Bank Koperasi Seperti Desjardins Bank
Diskusi Publik Persatuan Alumni GMNI Jakarta, Anies Baswedan Tekankan Ekonomi Berkeadilan

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar Alumni GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.
Kabar GMNI

Akui Miliki HGU Nyaris 500 Ribu Hektare, GMNI: Prabowo Simbol Oligarki

La Ode Mustawwadhaar
La Ode Mustawwadhaar Diterbitkan : Rabu, 10 Januari 2024 | 14:04 WIB
Bagikan
Waktu Baca 5 Menit
Arjuna Putra Aldino, Ketua Umum DPP GMNI. MARHAENIST
Bagikan

Marhaenist.id, Jakarta – Prabowo mengungkap sebelum jadi Menteri Pertahanan sudah punya 500 ribu hektar lahan HGU, bukan 340 seperti yang diungkap Anies dalam debat. Namun calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto mengaku telah ada menyerahkan kepada negara lahan yang ia kuasai pada 2,5 tahun lalu. Hanya saja Prabowo tak menjelaskan berapa luasan lahan yang diserahkan dari total 500 ribu hektare lahan HGU itu.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino menilai seharusnya Prabowo bisa menjelaskan berapa luasan lahan yang diserahkan negara dari total 500 ribu hektare lahan HGU. Karena menurut Arjuna UU KIP sudah menegaskan bahwa HGU sebagai produk dari kebijakan publik merupakan informasi terbuka dan wajib disediakan setiap saat.

“Tidak ada alasan bagi siapapun atau Badan Publik apapun untuk menutup informasi HGU. Pasal 11 ayat (1) UU KIP sudah menegaskan bahwa HGU sebagai produk dari kebijakan publik merupakan informasi terbuka dan wajib disediakan setiap saat,” ungkap Arjuna sapaan akrabnya.

Menurut Arjuna, proses pemberian HGU yang berlangsung tertutup ini minim pengawasan dan rawan terjadi praktik KKN karena terjadi di ruang gelap. Arjuna menilai data HGU yang tertutup selama ini memicu konflik antara masyarakat adat atau penduduk lokal dan korporasi pemegang izin. Warga kerap tak tahu bahwa lahan yang mereka garap telah dikuasakan kepada perusahaan melalui skema HGU.

“Rakyat sering tiba-tiba diusir, digusur dengan alasan tanahnya sudah dikuasakan kepada korporasi lewat skema HGU. Ini tidak adil,” tambah Arjuna.

Arjuna menilai skema HGU yang tidak adil ini yang menjadi sumber ketimpangan kepemilikan lahan yang berujung pada kesenjangan sosial. Padahal semangat HGU dalam UU Pokok Agraria 1960 diperuntukkan untuk “Segala usaha bersama dalam lapangan agraria atas dasar kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong royong lainnya” Pasal 12 ayat (1), dengan mengupayakan penguasaan 2 ha sebagai batas minimum usaha tani rakyat.

Baca Juga:   GMNI dalam Persimpangan Jalan: Machtsvorming sebagai Gagasan Pemersatu

Data Koalisi Masyarakat Sipil menyebutkan dari 53 juta hektar penguasaan/pengusahaan lahan yang diberikan pemerintah, hanya 2,7 juta hektar yang diperuntukan bagi rakyat. Sisanya 94,8 persen untuk korporasi. Arjuna menilai terjadi ketimpangan distribusi dan alokasi lahan sehingga data menyebutkan 56% aset nasional berupa tanah dikuasai oleh hanya sekitar 0,2% elite ekonomi.

“HGU yang dominan diberikan untuk korporasi inilah sumber ketimpangan sosial. Padahal amanat UUPA 1960 tidak demikian. HGU seharusnya diberikan untuk usaha pertanian rakyat,” jelas Arjuna.

Ditengah ketimpangan kepemilikan lahan. Di lain sisi, menurut Arjuna jumlah petani gurem (petani yang memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar) kian meningkat pesat. Berdasarkan data BPS, jumlah petani gurem pada 2023 mencapai 16,89 juta. Angkanya naik 18,54% dari 2013 yang terdapat 14,25 juta petani gurem. Proporsi petani gurem terhadap total jumlah petani di Indonesia juga meningkat dari 55,33% pada 2013 menjadi 60,84% pada 2023. Artinya menurut Arjuna, mayoritas petani Indonesia adalah petani gurem.

“Jumlah petani gurem terus meningkat. Di lain sisi, ada warga yang mendapatkan HGU beribu-ribu hektare. Itulah simbol oligarki. Supremasi hukum yang melemah membuat para oligark menggunakan politik untuk mengendalikan sumber daya material dan mempertahankan kekayaan,” ujar Arjuna.

Arjuna juga menyampaikan saat ini terjadi tren peningkatan konflik agraria selama dua periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Konsorsium Pembangunan Agraria (KPA) mencatat terjadi 3.182 letusan konflik agraria hingga 2022. Kasus terbanyak pada sektor perkebunan dan infrastruktur. Sementara sejak tahun 2020 hingga paruh pertama 2023, Komnas HAM menerima setidaknya 2.427 pengaduan terkait dengan isu agraria.

Jumlah korban terutama korban kriminalisasi terus meningkat sepanjang tiga tahun terakhir. Pada 2022, misalnya, KPA mencatat ada 497 kasus kriminalisasi terkait dengan konflik agraria, meningkat signifikan dari tahun sebelumnya sejumlah 150 korban.  Korban tewas juga terus berjatuhan setiap tahun. Pada 2022, KPA mencatat ada tiga korban tewas dan 41 korban terluka dalam letusan konflik. Apabila ditotal, jumlah korban pada 2022 sebesar 541 orang.

Baca Juga:   Prihatin dengan Kondisi Demokrasi, PA GMNI dan Forum Komunikasi Santri Situbondo: Penguatan Demokrasi Harus melalui Partisipasi Anak Muda

“Konflik agraria seringkali mengorbankan rakyat. Rakyat kerap dikriminalisasi bahkan tewas saat konflik dengan korporasi. Negara harus berperan melindungi rakyatnya bukan melindungi korporasi,” tegas Arjuna.

Arjuna berharap pada calon Presiden dan wakil Presiden ke depan bisa berpihak pada kepentingan rakyat kecil. Dalam pengambilan kebijakan agraria seperti pemberian HGU haruslah tegas berpihak pada kepentingan rakyat kecil. Memperluas koperasi rakyat dan usaha pertanian rakyat. Tidak tersandera pada kepentingan dirinya dan oligarki yang menyertainya.

“Capres dan cawapres ke depan harus berani mengubah pola HGU yang selama ini dominan diberikan pada korporasi. Harus berani mengubah pola alokasi dan distribusi lahan negara. Harus ada keadilan alokasi dan distribusi, terutama untuk petani kecil dan usaha pertanian rakyat,” pungkasnya.

iRadio
Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

Pulau Buru dan Pengarahan Tenaga Kerja Tapol
Rabu, 26 November 2025 | 23:43 WIB
Ironi di Kawasan HTI RAPP: GMNI Temukan Sekolah Beralas Pasir dan Lansia Terabaikan Fasilitas Kesehatan di Kampar Kiri
Rabu, 26 November 2025 | 12:29 WIB
Beredar Akun Facebook Palsu Atas Nama Dirinya, Karyono Wibowo: Ada Orang yang tidak Bertanggungjawab – Mohon Abaikan
Senin, 24 November 2025 | 11:18 WIB
Andai Bank BRI Jadi Bank Koperasi Seperti Desjardins Bank
Minggu, 23 November 2025 | 07:46 WIB
Diskusi Publik Persatuan Alumni GMNI Jakarta, Anies Baswedan Tekankan Ekonomi Berkeadilan
Sabtu, 22 November 2025 | 22:03 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Masa Jabatan Legislatif Tanpa Ujung: Celah yang Mengancam Alam Demokrasi
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi

Lainnya Dari Marhaenist

6 Orang Resmi Ditetapkan Sebagai Tersangka Terkait Tragedi Kanjuruhan

Marhaenist - Tragedi Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur, yang menewaskan 131 orang…

Trump, Amerika dan Jerman: Babak Baru Geopolitik

Marhaenist.id - Ketika Trump kembali masuk ke panggung kekuasaan, narasi "America First" kemungkinan…

Ganjar-Mahfud Prioritaskan Kesejahteraan Untuk Keluarga TNI-Polri

Marhaenist.id, Jakarta - Untuk mendukung dan menciptakan sistem pertahanan dan keamanan yang solid, unsur…

Jeritan Sunyi Dalam Bayangan Hantu Pelecehan Seksual Terhadap Anak

Marhaenist.id - Pelecehan terhadap anak-anak merupakan pembunuhan karakter manusia sejak dini, yang…

Politik Kita dan Zaman Edan

Marhaenist.id - Ketika itu seorang pujangga agung keraton Surakarta, R Ng Ranggawarsita…

Ironi Sebuah Nasionalisme

Marhaenist.id - Di sebuah negeri yang kaya akan janji, seorang pejabat berdiri…

Hendak Gelar Mimbar Rakyat Didepan Kementerian dan Stakeholder, GMNI Tangerang Dijegal Preman dan Aparat Keamanan

Marhaenist.id, Tanggerang - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Indonesia (GMNI) Kabupaten…

Aksi Mahasiswa dibubarkan oleh Preman Bayaran di Mahkamah Konstitusi/Marhaenist.id.

Kronologi Preman Bayaran Membubarkan Paksa Aksi Mahasiswa di Mahkamah Konstitusi

Marhaenist.id, Jakarta – Gerakan Mahasiswa yang mewakili berbagai kampus di jakarta melakukan…

The Art oF War Sun-Tzu: Menyerang Dengan Siasat

Marhaenist.id - Dalam sepanjang sejarah Kekaisaran Tiongkok, ada banyak jenderal dan ahli…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar Alumni GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

🎧 Online Radio

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Ikuti Kami
Merdeka!

Masuk ke akunmu

Lupa passwordmu?