Marhaenist – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) Arjuna Putra Aldino merespon rencana pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang akan dilakukan dalam waktu dekat. Ada beberapa hal penting yang menjadi fokus GMNI terkait kebijakan subsidi bahan bakar minyak. Pertama, anggaran subsidi BBM yang menurut pemerintah semakin membengkak dari tahun ke tahun tidak berbasis data konsumsi riil masyarakat atas bahan bakar minyak, terutama konsumsi BBM masyarakat miskin atau tidak mampu.
Sehingga BBM bersubsidi di lapangan banyak diselewengkan oleh para penyalur seperti SPBU bukan untuk konsumsi masyarakat miskin namun justru dijual kepada industri besar, mobil mewah hingga aktivitas pengangkutan, penyimpanan, dan perdagangan BBM tanpa izin usaha, dan lain-lain.
“Kita ribut subsidi BBM membengkak, pertanyaannya, angka subsidi BBM yang besar itu diambil dari basis data yang mana? Pemerintah tidak pernah menyampaikan berapa konsumsi BBM masyarakat miskin per hari. Bagaimana mau tepat sasaran jika penentuan anggaran subsidi BBM tidak berbasis pada konsumsi riil masyarakat miskin yang mau di subsidi?”, papar Arjuna
Jadi menurut Arjuna, kebijakan subsidi BBM secara ontologis sudah serampangan. Jika ingin berbasis konsumsi BBM, yang seharusnya dihitung adalah konsumsi riil masyarakat miskin yang berhak menerima subsidi. Seringkali dalam melakukan proyeksi pemerintah menggunakan data konsumsi rata-rata masyarakat secara umum untuk menjadi basis data pengambilan besaran anggaran subsidi.
Disini jelas terjadi category mistake, apalagi pasca covid-19 terjadi peningkatan pleasurable consumption pada golongan kelas menengah seperti menghabiskan belanja untuk mencari kesenangan atau rekreasi. Maka konsumsi BBM masyarakat secara umum juga jelas akan naik.
“Kebijakan yang tidak berdasarkan data yang spesifik dan akurat maka rawan terjadi penyimpangan, dalam kasus subsidi BBM rawan jadi bahan banjakan, rawan praktik perburuan rente”, imbuh Arjuna
Kedua, Arjuna juga menyoroti peran BPH Migas yang bertugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak. Menurut Arjuna, dengan banyaknya penyimpangan bahkan penimbunan BBM maka peranan BPH Migas sebagai lembaga pengatur dan pengawas perlu dipertanyakan. Dengan kewenangan yang besar di sektor hilir migas, maka seharusnya BPH Migas memiliki formula pengaturan dan pengawasan yang bisa tepat sasaran.
“Selama ini tidak ada formula pengawasan dan pengaturan yang jelas agar BBM bersubsidi tepat sasaran. Padahal peranan BPH Migas sangatlah penting agar BBM bersubsidi ini tepat sasaran”, tutur Arjuna
Menurut Arjuna, BPH Migas yang juga berwenang mengatur dan menetapkan ketersediaan, distribusi hingga pemanfaatan BBM bersubsidi seharusnya bisa menindak oknum-oknum SPBU nakal yang menyelewengkan BBM bersubsidi. Seharusnya BPH Migas bisa merancang dashboard monitoring penyaluran BBM bersubsidi yang canggih dan valid. Sehingga tidak terus menerus terjadi penyelewengan.
“Pengawasan bisa dilakukan oleh BPH Migas dengan dashboard monitoring yang valid dan seharusnya menindak tegas SPBU nakal yang masih menyelewengkan BBM bersubsidi untuk kepentingan komersial. Jangan sampai BPH Migas yang menjadi wasit, justru ikut menjadi pemain. Karena potensi terjadinya perburuan rente sangat besar”, tutup Arjuna.