Marhaenist.id, Jakarta – Berbagai kalangan, termasuk mahasiswa, akademisi, dan pengamat hukum, terus mendesak tindakan tegas terhadap pelanggaran etik dan moral dalam proses pemilihan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Mereka menuntut pemakzulan Gibran dan mengadili Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas dugaan dinasti politik serta intervensi terhadap Mahkamah Konstitusi (MK).
Tuntutan itu tersaji dalam sebuah Dialog Publik bersama Pakar & Analisis Politik Indonesia yang diselenggarakan oleh DPC GMNI Jaksel di Sekretariat GMNI Jaksel di Jakarta Selatan. Senin (14/7/2025).
Dalam diskusi itu, Dendy selaku Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Insonesia (GMNI) Jakarta Selatan (Jaksel) bergerak Melawan Dinasti dan Kejahatan Jokowi.
Aktivis mahasiswa ini menegaskan bahwa perlawanan terhadap praktik dinasti politik dan kejahatan kekuasaan Jokowi harus terus digencarkan.
Mereka menilai putusan MK No. 90 yang mengabulkan Gibran sebagai calon wakil presiden adalah hasil dari pelanggaran etik dan moral, sehingga tidak sah secara konstitusional.

Maruarar Siahaan: Putusan MK Tidak Sah karena Konflik Kepentingan
Pakar hukum konstitusi, Maruarar Siahaan, menyatakan bahwa putusan MK harus dibatalkan karena terdapat konflik kepentingan (conflict of interest).
1. Kepastian hukum tidak boleh mengabaikan etika dan moral Pancasila.
3. Rakyat berhak menolak putusan yang cacat moral, karena kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat.
4. Sistem hukum Indonesia tidak mengenal constitutional complaint, sehingga DPR dan publik harus mengambil peran untuk menuntut pertanggungjawaban.
Ray Rangkuti: DPR Terbelah Soal Tuntutan ke Gibran
Pengamat politik Ray Rangkuti mengungkapkan bahwa di internal DPR terdapat dua kubu:
1. Kelompok yang mendesak segera membacakan tuntutan (didukung Golkar dan sebagian oposisi).
2. Kelompok yang menunda-nunda, diduga karena tekanan politik.
Feri Amsari: Bukti Intervensi MK dan Pengkhianatan Konstitusi.
Dosen Hukum Tata Negara Feri Amsari mengungkap skandal MK dalam proses pengajuan dan pencabutan permohonan syarat usia Gibran:
1. Kuasa hukum Umar Said (calon pemohon) mencabut permohonan pada Jumat, 29 [Bulan], namun MK tetap melanjutkan sidang.
2. Pendaftaran ulang dilakukan Sabtu, 30 [Bulan]—padahal seharusnya tidak boleh.
3. Anwar Usman (Ketua MK saat itu) datang khusus di hari libur (Sabtu) untuk memproses perkara.
4. Tanpa pemeriksaan ahli atau proses hukum yang wajar, permohonan langsung dikabulkan.
‘Ini adalah bukti nyata peradilan diperalat untuk kepentingan politik, tegas Feri. DPR harus menggunakan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat untuk mengusut skandal ini,” paparnya.
Tuntutan Masyarakat: Makzulkan Gibran, Usut Intervensi Jokowi
Publik menuntut:
1. Pemakzulan Gibran karena proses pencalonannya cacat hukum dan moral.
2. Pertanggungjawaban Jokowi atas intervensi terhadap MK dan praktik dinasti politik.
3. DPR harus bertindak menggunakan hak-hak konstitusionalnya untuk menyelidiki skandal ini.
“Kami tidak akan berhenti sampai keadilan konstitusi ditegakkan,” tegas perwakilan mahasiswa Dendy selaku
Ketua DPC GMNI Jaksel.***
Penulis: Redaksi/Editor: Bung Wadhaar.