By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
Momentum HUT TNI, GMNI Jaksel Desak Prabowo: TNI Kembali ke Barak, Hentikan Bisnis Militer & Hapus Komando Teritorial!
Diskusi Pra-Konfercab DPC GMNI Jaksel: Menegakkan Supremasi Sipil atau Mempertahankan Kekuasaan?
Menjadikan Organisasi sebagai Ratu Adil
GMNI Jaksel Desak Presiden Copot Kapolri Listyo Sigit: Reformasi Kepolisian Harus Menegakkan Supremasi Sipil
Dugaan Manipulasi Pengangkatan PPPK Mencuak, GMNI Pertanyakan Integritas Kepala BKD Busel

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2024 Marhaenist. Pejuang Pemikir. All Rights Reserved.
Opini

Paradoks Demokrasi Hilangnya Makna Mensen (Rakyat) Dalam Demokrasi Indonesia

Indo Marhaenist
Indo Marhaenist Diterbitkan : Sabtu, 27 April 2024 | 16:53 WIB
Bagikan
Waktu Baca 4 Menit
Wakil Ketua Bidang Advokasi Hukum dan HAM DPD GMNI Sulawesi Selatan, Abdul Rahman. MARHAENIST
Bagikan
iRadio

MARHAENIST – Panggung sosial politik akhir-akhir ini diselimuti paradoks. Di satu sisi sekelompok elite berorkestrasi melegitimasi kebijakan-kebijakan yang tidak diterima sebagai nilai-nilai kebajikan dalam masyarakat, disisi lain rakyat semakin terhimpit dalam kebijakan yang semakin mendelegitimasi peran rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.

Ironisnya mereka membungkus berbagai kebijakan tersebut dengan mengatasnamakan kemauan rakyat, meskipun kita tak tahu persis rakyat mana yang dimaksudkan mereka.

Hal ini tidak terlepas dari kian memudarnya makna dan eksistensi rakyat dalam pikiran dan habitus elite kita. Salah satu teori terbentuknya negara sebagaimana dikemukakan Thomas Hobbes. “terbentuknya negara karena ada covenant (perjanjian) antara pemerintah dan rakyat dalam menjalankan organisasi bernama negara untuk mewujudkan kepentingan bersama”.

Dalam perspektif ini, rakyat sejatinya tidak menyerahkan kedaulatannya pada elite (negara). Namun, para elite hanya merepresentasikan kepentingan rakyat untuk diperjuangkan bagi kepentingan bersama.

Rakyat tetap memiliki kedaulatan penuh untuk mengawasi termasuk menagih dan mengadili sikap dan pilihan politik pemerintah jika hal tersebut bertentangan dengan isi kontrak.

Artinya Posisi rakyat di sini memiliki nilai sentral dan substantif dalam perjanjian, kesepakatan, dan dalam aktualisasi berbagai kehendak politik negara. Namun apa yang terlihat saat ini, makna rakyat seolah mengalami pengerdilan.

Dalam demokrasi kontemporer yang mengedepankan logika transaksional dan materialistik, posisi rakyat kerap diinstrumentalisasi hanya sebagai subjek komoditifikasi politik untuk memperlancar agenda kekuasaan segelintir orang.

Rakyat hanya menjadi variabel pelengkap dari berbagai sikap dan kebijakan sekelompok elite agar mereka tidak kehilangan legitimasi di hadapan prinsip dan nilai demokrasi.

Kenyataan ini terus berlanjut dan menjadi kerikil bagi perkembangan demokrasi saat ini karena posisi rakyat hanya menjadi reservoir dari organisme kekuasaan.

Baca Juga:   Tanimbar Membutukan Pemimpin yang Visioner untuk Menjawab Masalah Publik

Fenomena kebijakan-kebijakan yang tidak berorientasi pada common good menunjukkan melemahnya status dan hak-hak rakyat di tengah negosisasi kekuasaan yang manipulatif.

Tampak jelas bahwa kekuasaan hari ini hanya menempatkan rakyat sebagai subjek ‘gorengan politik’ demi kenikmatan agenda parsial mereka. Beberapa kebijakan yang di framing dalam produk legislasi selain memunggungi konstitusi, juga memperlihatkan arah orientasi antagonistik antara rakyat dan elite.

Nama rakyat dikapitalisasi untuk menggemakan kepentingan elite sekaligus dibiarkan terjerumus dalam berbagai ancaman krisis, persis di tengah pesta pora elite menggoreng kehendak ambisiusnya.

Padahal Max Weber mengatakan politik sebagai kemampuan personal untuk mencapai tujuan, selain itu pernyataan Antonio Gramsci soal hegemoni menegaskan elit politik memiliki power untuk mempengaruhi dan instrumen yang seharusnya digiring menuju kebaikan bersama (common goods). Bukan justru sebaliknya.

Sayangnya dalam praktik, definisi dan teori tersebut justru dijadikan kekuatan artifisial dan simbolik elite untuk menekan kesadaran kritis rakyat, bahkan untuk sekadar mempertanyakan lemahnya kebijakan para elite. Bukan dijadikan sebagai liabilitas moral dan konstitutif elite untuk memperjuangkan serta membela kepentingan rakyat.

Lebih jauh dari sekedar mengatur kebijakan menurut Maynard Keynes (1883), negara memiliki tanggung jawab prinsipil untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat, memperjuangkan kesejahteraan minimal dan perbaikan standar hidup rakyat. Tetapi faktanya hari ini justru rakyat terombang-ambing mendefinisikan posisi populisnya.

Sementara itu, elite terus memompa berbagai dalil dan argumen ke tengah publik serta mengerahkan pendukung artifisialnya demi untuk menangkis resistensi publik dari berbagai isu dan kebijakan yang mereka gulirkan di tengah masyarakat dari ruang-ruang gelap negosiasi atau aproksimasi politik.

Singkatnya alarm wajib dinyalakan sebagai sinyal kepada publik untuk membangun kesadaran kolektif dan menuntut elit politik dengan lantang untuk kembali menempatkan rakyat (mensen) sebagai variabel penting dalam perumusan kebijakan dan arah politik negara yang berorientasi pada kebaikan bersama (common goods). Jika tidak, selamanya demokrasi hanya menjadi instrumen jual beli daging.

Baca Juga:   (Refleksi 80 Tahun Indonesia Merdeka) Bukan Emas, Melainkan Indonesia (C)emas: Indonesia Menuju Kehancuran Raya

Oleh : Abdul Rahman, Wakil Ketua Bidang Advokasi Hukum dan HAM DPD GMNI Sulawesi Selatan

Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

Foto: Desain Grafis GMNI Jaksel/MARHAENIST.
Momentum HUT TNI, GMNI Jaksel Desak Prabowo: TNI Kembali ke Barak, Hentikan Bisnis Militer & Hapus Komando Teritorial!
Minggu, 5 Oktober 2025 | 03:25 WIB
Diskusi Pra-Konfercab DPC GMNI Jaksel: Menegakkan Supremasi Sipil atau Mempertahankan Kekuasaan?
Jumat, 3 Oktober 2025 | 00:37 WIB
Menjadikan Organisasi sebagai Ratu Adil
Jumat, 3 Oktober 2025 | 00:17 WIB
GMNI Jaksel Desak Presiden Copot Kapolri Listyo Sigit: Reformasi Kepolisian Harus Menegakkan Supremasi Sipil
Jumat, 3 Oktober 2025 | 00:00 WIB
Dugaan Manipulasi Pengangkatan PPPK Mencuak, GMNI Pertanyakan Integritas Kepala BKD Busel
Kamis, 2 Oktober 2025 | 13:19 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Insight
Solar Sulit Didapat, GMNI Rohul Soroti Dugaan Praktik Mafia Solar di Rokan Hulu
Kabar GMNI
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Kabar PA GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Kabar PA GMNI
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi
Kabar PA GMNI

Lainnya Dari Marhaenist

Opini

Impian Reformasi Polri dalam Hiruk Pikuk Hut Bhayangkara

Marhaenist.id - Dikutip dari buku Sejarah Perkembangan Kepolisian Indonesia, terdapat perbedaan tugas…

Kabar GMNI

Gelar Konsolidasi Nasional di Kota Biltar, GMNI Bentuk Forum Nasional Komunikasi Persatuan

Marhaenist.id, Blitar – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menggelar Konsolidasi Nasional dan…

Kabar GMNIOpini

Revisi UU Minerba, Apakah Solusi atau Musibah?

Marhaenist.id - Pengelolaan sumber daya alam (SDA) di Indonesia, khususnya di sektor…

Kabar GMNI

Persoalkan Flayer Bawaslu, GMNI Ternate Anggap Statement Oknum yang Mengatasnamakan GMNI Malut Kekanak-Kanakan

Marhaenist.id, Ternate - Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia…

Sikapi Dugaan Pembunuhan Tahanan oleh Oknum Kepolisian, GMNI Polman Minta Pelaku di Hukum Sebarat-Beratnya

Marhaenist.id, Polman - Seorang tahanan laki-laki berinisial R, warga Dusun Tatamu, Desa…

Opini

Studi Terhadap Prilaku Keserakahan, Seberapa Mengerikannya Manusia? (Bagian 1)

Marhaenist.id - Akhir-akhir ini dunia sosial kita disibukkan oleh berita-berita tentang perilaku…

Kabar GMNI

DPC GMNI Binjai Beri Raport Merah Terhadap Kinerja Kadis PUPR Kota

Marhaenist.id, Binjai - Raport merah sebagai kinerja buruk sepertinya cocok diberikan oleh…

Kabar GMNI

Gelar Diskusi Publik, GMNI-FMN-AGRA-GSBI: Agenda Reforma Agraria dalam Bayang-Bayang Militerisme dan Ancaman Krisis Pangan

Marhaenist.id, Jakarta – Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Jakarta…

Polithinking

Perhitungan Suara Telah Usai, Ahmad Safei dan PDIP Sultra Amankan 1 Kursi DPR RI

Marhaenist.id, Kendari - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) telah mengamankan satu kursi Dewan…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar PA GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

Ikuti Kami

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?