Marhaenist.id, Jakarta, 5 Oktober 2025 – Dalam momentum Hari Ulang Tahun ke-80 Tentara Nasional Indonesia (TNI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Jakarta Selatan menyerukan agar Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, segera mengembalikan jati diri TNI sebagai kekuatan pertahanan yang profesional dan tunduk pada supremasi sipil sebagaimana amanat reformasi.
Menurut GMNI Jaksel, peringatan HUT ke-80 TNI seharusnya menjadi refleksi nasional atas perjalanan reformasi militer, bukan ajang glorifikasi kekuatan bersenjata di tengah kemunduran demokrasi. Dalam praktik pemerintahan hari ini, semakin tampak kembalinya Dwi Fungsi TNI gaya baru bahkan Multifungsi melalui penempatan perwira aktif di jabatan sipil, keterlibatan dalam program ekonomi rakyat, hingga perluasan struktur komando teritorial yang berlebihan.
Karena itu, GMNI Jaksel menyampaikan empat tuntutan utama kepada Presiden Prabowo sebagai Panglima Tertinggi TNI:
- Kembalikan TNI ke Barak dan Tegakkan Supremasi Sipil
TNI harus sepenuhnya kembali pada tugas pokoknya di bidang pertahanan negara dan tidak lagi mencampuri urusan sipil.
- Hentikan Dwi Fungsi TNI Gaya Baru: GMNI Jaksel menolak keras penempatan perwira aktif maupun purnawirawan dalam jabatan sipil, BUMN, atau lembaga non-pertahanan. Praktik semacam ini mengingkari semangat reformasi dan berpotensi mengancam demokrasi sipil.
- Tegakkan Akuntabilitas dan Peradilan Terbuka: Anggota TNI yang terlibat tindak pidana umum harus diadili secara terbuka di peradilan umum, bukan di pengadilan militer tertutup. Transparansi merupakan syarat utama reformasi militer sejati dalam menghentikan impunitas.
- Hentikan Bisnis Militer dan Keterlibatan dalam Program “Model Bisnis Gaya Baru (MBG)”
GMNI Jaksel menilai keterlibatan TNI dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang secara satir disebut sebagai Model Bisnis Gaya Baru menunjukkan bentuk intervensi militer dalam urusan sipil yang bertentangan dengan prinsip demokrasi dan profesionalitas pertahanan.
- Alihkan Pengelolaan Program ke Profesional Sipil: Program ketahanan dan gizi nasional harus dikelola oleh ahli gizi, tenaga kesehatan, petani, dan pemerintah sipil, bukan oleh struktur militer.
- Hentikan Pola Bisnis Militer: GMNI Jaksel menolak segala bentuk pelibatan TNI dalam proyek-proyek ekonomi rakyat, baik atas nama koperasi, pangan, maupun program sosial seperti Program Makan Bergizi Gratis (MBG), Food Estate, Koperasi Merah Putih, penyaluran bantuan sosial, dan berbagai program lain yang tidak sejalan dengan fungsi utama TNI. Fokus TNI adalah menjaga kedaulatan negara, bukan menjalankan bisnis yang berkaitan dengan pangan, koperasi ataupun sektor lainya.
- Hapus Komando Teritorial yang Tidak Relevan dengan Ancaman Pertahanan Modern
GMNI Jaksel menegaskan bahwa keberadaan Komando Teritorial (Kodam, Korem, Kodim, hingga Koramil) yang masif justru memperkuat kontrol militer terhadap kehidupan sipil di daerah dan menghambat demokratisasi.
- Restrukturisasi TNI Berdasarkan Ancaman Nyata: Sistem komando teritorial sudah tidak relevan dalam konteks ancaman global modern yang bersifat siber dan non-konvensional.
- Alihkan Anggaran untuk Alutsista dan Kesejahteraan Prajurit: Daripada membangun struktur komando baru, negara seharusnya memprioritaskan modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) dan peningkatan kesejahteraan prajurit di garis depan.
- Hentikan Represifitas terhadap Pejuang Agraria dan Demokrasi
GMNI Jaksel mengecam tindakan represif aparat terhadap petani, buruh, mahasiswa, dan aktivis yang memperjuangkan hak atas tanah dan demokrasi. Kekerasan, kriminalisasi, dan intimidasi yang melibatkan unsur militer maupun aparat keamanan dalam konflik agraria serta aksi-aksi rakyat menunjukkan belum tuntasnya agenda reformasi sektor pertahanan dan keamanan.
- Hentikan Kriminalisasi dan Kekerasan terhadap Rakyat: Negara harus menjamin perlindungan terhadap pejuang hak agraria dan demokrasi yang memperjuangkan keadilan sosial.
- Tegakkan Supremasi Hukum dan HAM: Presiden Prabowo harus memastikan seluruh aparat keamanan tunduk pada prinsip hukum dan hak asasi manusia, bukan pada kepentingan kekuasaan atau korporasi.
Ketua GMNI Jakarta Selatan, Dendy Se, menegaskan bahwa TNI harus dikembalikan pada marwahnya sebagai kekuatan pertahanan rakyat yang profesional dan tunduk pada konstitusi, bukan instrumen politik atau ekonomi kekuasaan.
“Delapan puluh tahun usia TNI harus menjadi momentum untuk menegakkan kembali reformasi militer sejati. Presiden Prabowo, sebagai Panglima Tertinggi, memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk menghentikan praktik bisnis militer, menghapus komando teritorial yang menjadi warisan Orde Baru, serta menghentikan represifitas terhadap pejuang agraria dan demokrasi. Rakyat menuntut TNI kembali ke barak, tunduk pada hukum, dan menyerahkan urusan pangan serta ekonomi rakyat kepada profesional sipil dan petani!” tegas Dendy Se, Ketua DPC GMNI Jakarta Selatan tersebut.
Penulis: Redaksi/Editor: Trian Walem