By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
Gelar Konfercab Persatuan, Rifki Pratama dan Andi Supriyanto Resmi Pimpin GMNI Bima
Refleksi Hari Jadi Kabupaten Rohul Ke-26 Tahun, GMNI: Momentum Evaluasi Pembangunan dan Penguatan Nasionalisme Kerakyatan
Heri Purnomo Kembali Terpilih Secara Aklamasi sebagai Ketua PA GMNI Kota Bekasi
Erick Thohir dan Serangkaian Keputusan Aneh
Pertumbuhan Ekonomi Yang Menyisakan Luka Sosial dan Ekologis

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2024 Marhaenist. Pejuang Pemikir. All Rights Reserved.
ArtikelOpini

Matinya Pancasila di Bulan Juni

La Ode Mustawwadhaar
La Ode Mustawwadhaar Diterbitkan : Minggu, 1 Juni 2025 | 14:28 WIB
Bagikan
Waktu Baca 4 Menit
Foto: Firman Tendry Masengi, Advokat, aktivis prodem 98, alumni GMNI Jakarta/MARHAENIST.
Bagikan
iRadio

Marhaenist.id – Pagi belum benar-benar terang ketika Prabowo keluar dari rumah kayunya yang lapuk di tepi gang. Di tangannya, segelas kopi hitam mengepul. Ia duduk di bangku panjang warung kecil milik Bu Titik, menghadap ke pagar Sekolah Dasar Inpres yang berdiri sejak zaman Orde Baru.

Dari balik pagar itu, suara anak-anak kecil menggemakan lima sila Pancasila.

“Satu! Ketuhanan Yang Maha Esa!”
“Dua! Kemanusiaan yang adil dan beradab!”

Prabowo tersenyum kecil. Suara itu—lantang, hafal, dan tulus—mengingatkannya pada masa mudanya. Dulu, ia juga pernah seperti mereka: percaya penuh pada setiap kata dalam Pancasila. Ia pernah turun ke jalan, memimpin demonstrasi, membacakan manifesto Trisakti, dan berdiri di depan gas air mata demi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Kini, puluhan tahun kemudian, ia hanya bisa duduk dan mendengarkan dari kejauhan. Ia tak lagi berorasi. Ia tak lagi berbaris. Yang tersisa darinya hanyalah ingatan—dan segelas kopi yang mulai dingin.

Sore itu, televisi di warung menayangkan pidato seorang pejabat tinggi. Latar merah putih, jas hitam, dan suara berat yang dilatih retorikanya. Prabowo menonton dalam diam. Di layar, sang pejabat bicara tentang pentingnya keadilan, gotong royong, dan nilai-nilai Pancasila.

Prabowo menyesap kopinya, lalu bergumam, “Pancasila… sekarang adalah dekorasi sering dipajang daripada dijalankan.”

Ia masih ingat betul bagaimana Bung Karno menyebut Pancasila sebagai *philosophische grondslag*, dasar filsafat bangsa. Ia juga mengingat istilah *leitstar dinamis*—bintang penuntun yang hidup. Tapi di zaman sekarang, pikirnya, Pancasila telah berubah bentuk: bukan lagi arah, melainkan alat.

Dulu, kata “adil” membuatnya bergetar. Kini, kata itu hanya muncul di baliho, di spanduk, di amplop bantuan, di pidato-pidato yang lupa rakyat.

Baca Juga:   Pajak untuk Keadilan

Ia pernah percaya bahwa “kemanusiaan yang adil dan beradab” dan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” bisa menjadi nyata. Tapi kini ia melihat:

Buruh dipecat demi efisiensi,

Petani digusur demi investasi,

Mahasiswa dibungkam demi stabilitas,

Dan hukum—seperti pisau—tajam ke rakyat, tumpul ke penguasa.

Seseorang di warung bertanya, “Masih percaya sama Pancasila, Wo?”

Prabowo tersenyum. “Percaya. Tapi bukan versi yang mereka umbar di televisi.”

“Maksudnya?”

“Versi yang hidup. Yang berpihak. Yang tidak berhenti di pidato. Versi yang membela si kecil, bukan menindasnya dengan kata-kata indah.”

Ia menatap ke luar warung. Langit sore menggantung merah muram.

Beberapa hari kemudian, di sekolah yang sama, anak-anak kembali melafalkan Pancasila. Tapi kali ini Prabowo berdiri lebih dekat ke pagar, memperhatikan wajah-wajah kecil yang berteriak lantang.

“Lima! Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia!”

Ia tersenyum – bukan karena bangga, tapi karena sedih. Ia tahu, suara itu akan tumbuh dalam sistem yang tak memedulikan makna. Akan ada anak yang menghafal Pancasila, lalu hidup dalam kemiskinan. Akan ada yang belajar tentang keadilan, tapi disuruh diam saat ketidakadilan datang.

Dan akan ada pejabat yang mengutip sila kelima… sambil menandatangani kontrak yang menggusur ribuan rumah rakyat.

Prabowo membatin, “Pancasila bukan untuk dihafal, tapi diperjuangkan. Adil bukan untuk dikutip, tapi dibela.”

Ia tahu, suatu hari nanti anak-anak itu akan bertanya:

“Mengapa kami diajarkan keadilan, tapi hidup dalam ketimpangan?”

Dan ketika hari itu tiba, Prabowo berharap masih ada satu-dua orang tua yang mau berkata jujur:

“Karena yang mengkhianati Pancasila bukan penjajah,
Tapi mereka yang paling sering mengucapkannya”***

Disclaimer: Ini sebuah Cerpen yang berkisah tentang tokoh fiksi bernama Prabowo—seorang lelaki tua mantan aktivis yang menyaksikan kehancuran Pancasila di tengah kekuasaan yang penuh simbol dan pengkhianatan.


Penulis: Firman Tendry Masengi, Advokat, Aktivis Prodem 98, Alumni GMNI Jakarta.

Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

Gelar Konfercab Persatuan, Rifki Pratama dan Andi Supriyanto Resmi Pimpin GMNI Bima
Senin, 13 Oktober 2025 | 00:21 WIB
Refleksi Hari Jadi Kabupaten Rohul Ke-26 Tahun, GMNI: Momentum Evaluasi Pembangunan dan Penguatan Nasionalisme Kerakyatan
Minggu, 12 Oktober 2025 | 16:32 WIB
Heri Purnomo Kembali Terpilih Secara Aklamasi sebagai Ketua PA GMNI Kota Bekasi
Sabtu, 11 Oktober 2025 | 22:25 WIB
Erick Thohir dan Serangkaian Keputusan Aneh
Sabtu, 11 Oktober 2025 | 21:48 WIB
Pertumbuhan Ekonomi Yang Menyisakan Luka Sosial dan Ekologis
Sabtu, 11 Oktober 2025 | 08:38 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Insight
Metodologi KIV: Sebagai Alat Perjuangan GMNI Melawan Tangangan Zaman
Artikel
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Kabar PA GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Kabar PA GMNI
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi
Kabar PA GMNI

Lainnya Dari Marhaenist

Internasionale

Tampil di Depan Umum Usai Lolos Dari Pembunuhan, Telinga Donald Trump Masih Diperban

Marhaenist - Donald Trump tampil perdana di depan publik sejak upaya pembunuhan,…

Kabar GMNI

Cegah Korupsi, GMNI Desak KPK & Kejaksaan Lakukan Pengawasan Ketat pada Program Air Bersih Gratis di PPU

Marhaenist.id, Penajam Paser Utara - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Penajam Paser…

Kabar GMNIOpini

Peduli Nelayan Kerang Dara vs PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga, Akankah Suara Nelayan Terdengar?

Marhaenist.id - Demo yang dilakukan Aliansi Peduli Nelayan Kerang Dara terhadap PT Pertamina…

Hamza (Ketua BSPN PDIP Kab. Parigi Moutong)
Polithinking

BSPN Sukses Menghantarkan PDIP Meraih Posisi Ketua DPRD Kabupaten Parigi Moutung

Marhaenist.id, Parigi Moutung - Badan Saksi Pemilu Nasional (BSPN) merupakan mesin partai…

Kabar GMNI

Kecam Dualisme yang Belum Berakhir, DPC GMNI Kendari Desak Dilaksanakan Kongres Persatuan

Marhaenist.id, Kendari - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)…

Kabar GMNI

GMNI Sambut Hangat Kehadiran Paus Fransiskus di Indonesia

MARHAENIST - Ketua DPD Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Daerah Khusus Jakarta,…

Kabar GMNI

GMNI Desak Pencopotan Bahlil, Adili Jokowi dan Pembubaran PIK Sebagai PSN

Marhaenist.id, Jakarta - Aliansi Mahasiswa yang tergabung dalam Front Pengadilan Rakyat menggelar…

Kabar PA GMNI

Arief Hidayat Terpilih Sebagai Ketua Umum PA GMNI 2021-2026

Marhaenist - Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia memilih secara…

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. REUTERS/Andika Wahyu
Polithinking

CSIS Sebut PDIP Kalah Populer Dari Golkar, Ini Alasannya

Marhaenist - Hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menempatkan…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar PA GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

Ikuti Kami

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?