Marhsenist.id – Kedaulatan agraria adalah suatu kondisi di mana suatu negara, khususnya rakyatnya, memiliki kendali penuh terhadap sumber daya agraria, seperti tanah, air, dan hasil bumi.
Konsep ini erat kaitannya dengan keadilan sosial, kemandirian pangan, dan pemenuhan hak-hak petani atas tanah yang mereka garap. Dalam kedaulatan agraria, tanah bukan hanya dipandang sebagai komoditas ekonomi, tetapi sebagai sarana hidup dan produksi yang harus dikelola untuk kepentingan rakyat secara adil dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, kebijakan pertanahan seharusnya tidak didominasi oleh kepentingan korporasi besar atau investor asing, tetapi diarahkan untuk kesejahteraan masyarakat, terutama petani kecil, nelayan, dan masyarakat adat.
Di Indonesia, gagasan kedaulatan agraria sejalan dengan amanat Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, yang menegaskan bahwa tanah dan kekayaan alam dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Namun dalam praktiknya, banyak konflik agraria terjadi karena ketimpangan penguasaan lahan dan maraknya perampasan tanah oleh pihak-pihak yang lebih kuat secara ekonomi atau politik.
Karena itu, perjuangan menuju kedaulatan agraria sering dikaitkan dengan gerakan reforma agraria, yakni redistribusi tanah yang adil, perlindungan hukum terhadap petani, serta pengakuan atas hak ulayat masyarakat adat.
Kedaulatan agraria bukan sekadar isu teknis pertanahan, melainkan persoalan politik, keadilan, dan hak asasi manusia.
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesi (GIMNI) Majene, melakukan Kaderisasi Tingkat Dasar (KTD) dengan tema; GMNI Turn Back In Village; Gerakan Mengembalikan Kedaulatan Rakyat.
Kegiatan ini dilakukan di Desa Pamboborang Dusun Galung Paara dan Dusun Galung Paara Selatan dan dimulai pada tanggal 26 Juni- 2 Juli 2025.
Peserta KTD GMNI Majene melakukan advokasi selama kurang lebih satu minggu dengan cara hidup bersama masyarakat seperti bertani serta memaneng hasil pertanian masyarakat, bawang merah.
Adapun wawancara yang dilakukan teman-teman peserta KTD GMNI Majene, mendapatkan kesimpulan bahwa adanya kelangkahan bibit pertanian dan pupuk yang sangat sulit dijangkau oleh masyarakat.
Inilah yang mengakibatkan timbulnya problematika agrarian di Desa Pamboborang teparntnya di Dusun Galung Paara dan Dusun Galung Paara Selatan.
Kurangnya keterlibatan Pemerintah setempat yang mengakibatkan sulitnya masyarakat mengembangkan pertanian dan kemungkinan terburuknya adalah rentannya kegagalan panen yang akan dirasakan oleh masyarakat.
Maka melalui penjelasan di atas kami dari GMNI Majene akan melakukan aksi protes terhadap Pemerintah setempat dengan tuntutan sebagai berikut.
1. Berikan solusi kongkrit atas kelangkahan pupuk pertanian.
2. Peteni membutuhkan bibit pertanian yang terjangkau.***
Penulis: DPC GMNI Majene – Sulawesi Barat.