Marhaenist – Mao Zedong, seorang tokoh revolusioner dan pemimpin China yang kontroversial, telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah dunia. Sebagai pendiri Republik Rakyat China dan pemimpin Partai Komunis China, Mao memainkan peran sentral dalam membentuk China modern. Namun, kepemimpinannya juga ditandai dengan pergolakan politik, kelaparan massal, dan penganiayaan. Dalam artikel biografi Mao Zedong ini, kita akan menjelajahi kehidupan dan warisan Mao Zedong, memeriksa pengaruhnya yang mendalam pada China dan dunia.
Mao Zedong lahir pada 26 Desember 1893 di desa Shaoshan, provinsi Hunan, China. Ia tumbuh dalam keluarga petani yang relatif makmur. Ayahnya, Mao Yichang, dikenal sebagai orang yang keras dan sering bertentangan dengan Mao muda. Ibunya, Wen Qimei, adalah seorang wanita yang berbudi luhur dan sangat mempengaruhi pandangan hidup Mao.
Pendidikan awal Mao dimulai di sekolah dasar lokal, di mana ia menunjukkan minat yang besar dalam belajar. Pada usia 13 tahun, ia dijodohkan dengan Luo Yigu, tetapi pernikahan ini berakhir dengan kematian Luo empat tahun kemudian. Setelah kematian istrinya, Mao melanjutkan pendidikannya dan masuk ke sekolah menengah di Changsha, ibu kota provinsi Hunan.
Di Changsha, Mao terkena berbagai ide politik dan filosofis, termasuk anarkisme, liberalisme, dan sosialisme. Ia juga mulai membaca karya-karya para pemikir Barat seperti Adam Smith, Charles Darwin, dan Karl Marx. Selama periode ini, Mao semakin tertarik pada nasionalisme dan revolusi sebagai sarana untuk membebaskan China dari imperialisme asing dan penindasan feodal.
Pada tahun 1918, Mao lulus dari sekolah menengah dan pindah ke Beijing untuk belajar di Universitas Peking. Di sana, ia bekerja sebagai asisten perpustakaan dan terlibat dalam gerakan mahasiswa yang menyerukan reformasi politik dan sosial. Mao juga bertemu dengan Chen Duxiu, salah satu pendiri Partai Komunis China, yang memperkenalkannya pada gagasan Marxisme.
Setelah meninggalkan Beijing pada tahun 1919, Mao kembali ke Hunan dan menjadi guru sekolah. Ia terus terlibat dalam aktivisme politik, membantu mengorganisir pemogokan buruh dan protes anti-imperialis. Pada tahun 1921, Mao menjadi salah satu anggota pendiri Partai Komunis China, menandai awal keterlibatannya dalam politik revolusioner yang akan mendefinisikan hidupnya.
Bangkitnya Partai Komunis China
Setelah bergabung dengan Partai Komunis China (PKC) pada tahun 1921, Mao Zedong dengan cepat muncul sebagai tokoh kunci dalam gerakan komunis yang sedang berkembang. Ia memainkan peran penting dalam mengorganisir kaum buruh dan petani, serta mempromosikan gagasan Marxis-Leninis di seluruh negeri.
Pada pertengahan 1920-an, PKC membentuk aliansi dengan Kuomintang (KMT) atau Partai Nasionalis yang dipimpin oleh Chiang Kai-shek. Aliansi ini bertujuan untuk menyatukan China dan mengusir imperialis asing. Namun, ketegangan antara kedua partai semakin meningkat, dan pada tahun 1927, Chiang melancarkan kampanye untuk menumpas kaum komunis, memaksa mereka untuk pergi ke bawah tanah.
Selama periode ini, Mao memimpin pemberontakan bersenjata di pedesaan, menetapkan basis kekuatan komunis di antara petani. Ia mengembangkan teori “perang rakyat yang berkepanjangan,” yang menekankan pada pentingnya mobilisasi massa dan perang gerilya dalam melawan musuh yang lebih kuat.
Pada tahun 1934, menghadapi tekanan dari serangan KMT, Mao dan para pemimpin PKC lainnya memulai “Long March” yang terkenal, perjalanan epik sejauh 6.000 mil melintasi China. Selama perjalanan yang berbahaya ini, Mao muncul sebagai pemimpin de facto partai, mengalahkan saingan-saingannya dalam perjuangan kekuasaan internal.
Setelah mendirikan basis di Yan’an, Mao dan PKC terus memperluas pengaruh mereka di antara petani dan membangun tentara gerilya yang kuat. Mereka juga mengembangkan aliansi taktis dengan KMT dalam perlawanan bersama terhadap invasi Jepang pada akhir 1930-an.
Setelah kekalahan Jepang pada tahun 1945, perang saudara antara komunis dan nasionalis meletus kembali. Di bawah kepemimpinan Mao, PKC akhirnya keluar sebagai pemenang, dan pada tanggal 1 Oktober 1949, Mao memproklamasikan berdirinya Republik Rakyat China, dengan dirinya sebagai ketua partai dan pemimpin tertinggi negara.
Lompatan Jauh ke Depan
Sebagai pemimpin tertinggi Republik Rakyat China yang baru didirikan, Mao Zedong dengan cepat mengkonsolidasikan kekuasaannya dan melembagakan pemerintahan komunis. Ia meluncurkan berbagai kampanye untuk mereformasi masyarakat China, termasuk reformasi tanah, industrialisasi, dan penindasan terhadap “musuh kelas”.
Pada pertengahan 1950-an, Mao memperkenalkan “Lompatan Jauh ke Depan”, sebuah program ambisius yang bertujuan untuk dengan cepat mengubah China dari masyarakat agraris menjadi kekuatan industri modern. Program ini melibatkan kolektivisasi pertanian skala besar, pembentukan komune rakyat, dan pendirian industri berat di seluruh negeri.
Namun, Lompatan Jauh ke Depan terbukti menjadi bencana yang menghancurkan. Kolektivisasi paksa dan kebijakan pertanian yang cacat menyebabkan kelaparan massal, yang menewaskan puluhan juta orang. Industrialisasi yang dipaksakan juga gagal menghasilkan hasil yang diharapkan, sering menghasilkan barang-barang berkualitas rendah dan pemborosan sumber daya yang luas.
Terlepas dari kegagalan Lompatan Jauh ke Depan, Mao berhasil mempertahankan cengkeramannya atas kekuasaan, sebagian melalui penggalangan dukungan dari Tentara Pembebasan Rakyat dan mobilisasi pemuda dalam Pengawal Merah. Ia juga memperkuat култ личности di sekitar dirinya sendiri, dengan citranya dan ajarannya dipuja di seluruh negeri.
Pada pertengahan 1960-an, Mao semakin khawatir dengan apa yang ia lihat sebagai kemunduran revolusioner dan bangkitnya “kaum kapitalis yang berkuasa” dalam partai. Untuk memerangi tren ini, ia meluncurkan Revolusi Kebudayaan, sebuah kampanye massal yang bertujuan untuk membersihkan masyarakat dari pengaruh “borjuis” dan “reaksioner”.
Revolusi Kebudayaan dengan cepat berubah menjadi kekacauan, dengan Pengawal Merah yang fanatik menyerang intelektual, pejabat partai, dan siapa pun yang dianggap sebagai musuh revolusi. Pergolakan yang dihasilkan mengguncang China, menyebabkan kehancuran budaya yang luas, gangguan ekonomi, dan korban jiwa yang tak terhitung jumlahnya.
Meskipun Mao akhirnya meminta Tentara Pembebasan Rakyat untuk memulihkan ketertiban pada tahun 1968, Revolusi Kebudayaan terus berlanjut dalam berbagai bentuk sampai kematiannya pada tahun 1976. Kampanye ini akan dikenang sebagai salah satu periode paling kacau dan destruktif dalam sejarah China modern.
Hubungan Luar Negeri dan Konflik
Di bawah kepemimpinan Mao Zedong, Republik Rakyat China mengejar kebijakan luar negeri yang semakin tegas, sering kali bentrok dengan kekuatan asing. Pada awal 1950-an, China mengintervensi dalam Perang Korea, mengirim jutaan “sukarelawan” untuk bertempur melawan pasukan AS dan PBB yang mendukung Korea Selatan.
Mao juga berusaha untuk memposisikan China sebagai pemimpin gerakan komunis internasional, bersaing dengan Uni Soviet untuk pengaruh di antara partai-partai komunis dan gerakan pembebasan nasional di seluruh dunia. Hubungan Sino-Soviet memburuk pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, dengan kedua negara terlibat dalam persaingan ideologis dan bentrokan perbatasan.
Di tengah ketegangan yang meningkat dengan Uni Soviet, Mao mulai mencari pendekatan dengan AS. Pada tahun 1972, Presiden AS Richard Nixon melakukan kunjungan bersejarah ke China, memulai proses normalisasi hubungan antara kedua negara. Kunjungan ini menandai pergeseran besar dalam dinamika Perang Dingin, dengan China secara efektif menjadi sekutu AS dalam permusuhannya dengan Soviet.
Terlepas dari pendekatan dengan AS, Mao terus mengejar agenda revolusioner di luar negeri. Ia mendukung berbagai gerakan komunis dan anti-imperialis, termasuk Viet Cong di Vietnam, Khmer Merah di Kamboja, dan pemberontak komunis di negara-negara lain di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
Kebijakan luar negeri Mao mencapai puncaknya dengan konflik perbatasan Sino-Soviet tahun 1969 dan konflik Sino-Vietnam tahun 1979. Meskipun bentrokan ini pada akhirnya mereda, mereka menunjukkan kesiapan China di bawah Mao untuk menggunakan kekuatan militer dalam mengejar kepentingan nasionalnya dan mempertahankan klaim teritorialnya.
Warisan dan Kontroversi
Mao Zedong meninggal pada 9 September 1976, pada usia 82 tahun, meninggalkan warisan yang rumit dan kontroversial. Bagi banyak orang di China dan di seluruh dunia, Mao tetap menjadi sosok yang dihormati, dihormati karena perannya dalam membebaskan China dari imperialisme asing dan mendirikan Republik Rakyat China.
Namun, kepemimpinan Mao juga ditandai dengan penganiayaan massal, pergolakan politik, dan bencana kemanusiaan. Kampanye seperti Lompatan Jauh ke Depan dan Revolusi Kebudayaan mengakibatkan kematian jutaan orang dan penderitaan tak terkira bagi rakyat China. Kebijakan Mao juga menyebabkan kerusakan yang luas pada warisan budaya China, dengan monumen bersejarah, karya seni, dan artefak budaya yang tak terhitung jumlahnya dihancurkan selama masa pemerintahannya.
Setelah kematian Mao, Partai Komunis China secara bertahap bergerak menjauh dari banyak kebijakannya yang paling ekstrem, mengadopsi pendekatan yang lebih pragmatis terhadap pemerintahan dan pembangunan ekonomi. Namun, partai terus menghormati Mao sebagai tokoh pendiri, dengan citranya dan ajarannya tetap menonjol dalam wacana politik dan budaya China.
Hari ini, warisan Mao tetap menjadi subyek perdebatan yang sengit, baik di China maupun di luar negeri. Sementara beberapa melihatnya sebagai pahlawan revolusioner yang membebaskan China dari penindasan, yang lain menganggapnya sebagai tiran kejam yang bertanggung jawab atas beberapa kejahatan terburuk abad ke-20.
Terlepas dari kontroversi seputar warisan Mao, pengaruhnya pada sejarah China dan dunia tidak dapat disangkal. Sebagai salah satu tokoh politik paling penting abad ke-20, Mao Zedong membantu membentuk perjalanan China modern dan meninggalkan jejak yang tak terhapuskan pada lanskap politik, ekonomi, dan budaya global.
Analisa Kelas-Kelas Oleh Mao
Siapa musuh kita? Siapa sahabat kita? Masalah ini adalah masalah yang nomor satu pentingnya bagi revolusi. Sebab pokok mengapa semua perjuangan revolusioner di Tiongkok pada masa lampau sangat kecil hasilnya ialah karena tidak bisa bersatu dengan sahabat yang sesungguhnya untuk menggempur musuh yang sesungguhnya. Partai revolusioner adalah penunjuk jalan bagi massa, dan belum pernah ada revolusi yang tidak gagal apabila partai salah menunjukkan jalan dalam revolusi. Untuk menjamin agar kita tidak salah menunjukkan jalan dan pasti mencapai sukses dalam revolusi, tidak boleh tidak harus kita perhatikan hal bersatu dengan sahabat kita yang sesungguhnya untuk menggempur musuh kita yang sesungguhnya. Untuk membedakan sahabat yang sesungguhnya dan musuh yang sesungguhnya, tidak boleh tidak harus kita analisa secara umum kedudukan ekonomi klas-klas dalam masyarakat Tiongkok serta sikapnya masing-masing terhadap revolusi.
Bagaimana keadaan kelas-kelas di Tiongkok?
Kelas tuantanah dan kelas komprador. Di Tiongkok setengah jajahan yang terbelakang ekonominya, klas tuantanah dan klas kompradorsama sekali merupakan embel-embel burjuasi internasional, yang hidup dan berkembangnya tergantung kepada imperialisme. Klas-klas ini mewakili hubungan-hubungan produksi yang paling terbelakang dan paling reaksioner di Tiongkok dan menghambat perkembangan tenaga produktif Tiongkok. Mereka berlawanan sama sekali dengan tujuan revolusi Tiongkok. Terutama klas tuantanah besar dan klas komprador besar selalu memihak imperialisme dan merupakan kaum kontra-revolusioner ekstrim.Wakil politik mereka ialah golongan penganut negaraisme [1] dan golongan kanan Kuomintang.
Burjuasi sedang. Klas ini mewakili hubungan-hubungan produksi kapitalis di kota dan di desa Tiongkok. Yang dimaksudkan dengan burjuasi sedang itu terutama ialah burjuasi nasional yang bertentangan sikapnya terhadap revolusi Tiongkok: mereka memerlukan revolusi dan menyetujui gerakan revolusioner melawan imperialisme dan rajaperang apabila mereka menderita karena pukulan modal asing dan tindasan rajaperang; tetapi mereka mencurigai revolusi apabila mereka merasa perkembangan klasnya untuk mencapai kedudukan burjuasi besar terancam oleh revolusi yang diikutsertai proletariat Tiongkok secara militan di dalam negeri dan disokong aktif oleh proletariat internasional di luar negeri. Gagasan politik mereka ialah membentuk suatu negara yang dikuasai oleh satu klas saja, yaitu burjuasi nasional. Ada seseorang yang mengaku dirinya “penganut sejati” Tai Ci-thao [2] menulis dalam Chen Pao [3] Peking:”Angkat tangan kirimu untuk menghancurkan imperialisme dan anagkat tangan kananmu untuk menghancurkan Partai Komunis.” Kata-kata ini menggambarkan dilemma dan kepanikan klas tersebut. Mereka menentang ditafsirkannya Prinsip Kesejahteraan Rakyat dari Kuomintang menurut ajaran perjuangan klas dan mereka menentang persekutuan Muomintang dengan Rusia serta diterimanya Kaum Komunis [4] dan kaum kiri.
Tetapi maksud klas ini untuk membentuk satu negara yang dikuasai oleh burjuasi nasional sekali-kali tidak akan tercapai, sebab situasi dunia sekarang adalah situasi di mana dua kekuatan besar, revolusi dan kontra-revolusi, melakukan perjuangan yang penghabisan. Kedua kekuatan besar ini mengibarkan dua panji besar: yang satu ialah panji merah revolusi, dikibarkan oleh Internasionale Ketiga yang menyerukan supaya semua klas tertindas di seluruh dunia berkumpul di mawah panjinya; yang lain ialah panji putih kontra-revolusioner, dikibarkan oleh Liga Bangsa-bangsa yang menyerukan supaya semua anasir kontra-revolusioner di seluruh dunia berkumpul di bawah panjinya. Klas-klas tengah pasti mengalami diferensiasi dengan cepat, sebagian ke kiri menggabungkan diri dengan kaum revolusioner dan sebagian yang lain akan ke kanan menggabungkan diri dengan kaum kontra-revolusioner; dan tidak ada ruang untuk bersikap “bebas” bagi mereka. Maka itu ide burjuasi sedang di Tiongkok tentang revolusi dengan “bebas” di mana klas mereka memainkan peranan utama hanyalah suatu khayalan belaka.
Burjuasi kecil. Yang termasuk kategori ini ialah tani pemilik [5] , pengusaha kerajinan tangan, intelektuil lapisan bawah – pelajar dan mahasiswa, guru sekolah menengah dan sekolah dasar, pegawai negeri rendahan, kerani dan pengacara kecil – pedagang kecil dan sebagainya. Baik ditinjau dari jumlahnya maupun dari watak klasnya, klas ini patut mendapat perhatian yang sangat besar. Yang diusahakan oleh tani-pemilik dan pengusaha kerajinan tangan semuanya ialah ekonomi produksi kecil-kecilan. Meskipun semua lapisan klas ini sama-sama mempunyai kedudukan ekonomi burjuis kecil, tetapi mereka terbagi menjadi tiga golongan yang berlainan. Golongan pertama ialah mereka yang mempunyai kelebihan uang atau beras, yaitu mereka yang setiap tahun mempunyai kelebihan sesudah pendapatannya dari kerja badan atau kerja otak dipakai untuk kebutuhannya sendiri. Orang-orang sedemikian sangat besar keinginannya untuk menjadi kaya, paling rajin menyembahyangi Panglima Cao Kung [6] , dan sekalipun tidak mengelamununtuk mendapat banyak keuntungan, tapi mereka selalu ingin memanjat ke kedudukan burjuasi sedang.
Mereka berliur tak henti-hentinya apabila melihat hartawan-hartawan kecil yang dihormati orang. Orang-orang semacam ini kecut-hati, takut kepada pejabat dan juga agak takut akan revolusi. Berhubungan dengan kedudukan ekonominya dekat sekali dengan burjuasi sedang, maka mereka percaya sekali kepada propaganda burjuasi sedang dan bersikap curiga terhadap revolusi. Golongan ini merupakan minoritet dalam burjuasi kecil dan adalah sayap kanan dari burjuasi keci. Golongan kedua ialah mereka yang pada umumnya dapat mencukupi kebutuhannya sendiri di bidang ekonomi. Golongan ini sangat berbeda dengan golongan yang pertama; mereka juga ingin menjadi kaya, tetapi Panglima Cao Kung selalu tidak merestui mereka untuk menjadi kaya. Lagi pula, karena penghisapan dan penindasan kaum imperialis, rajaperang, tuantanah feodal dan burjuasi komprador besar pada tahun-tahun belakangan ini, maka mereka merasa bahwa dunia sekarang bukan lagi dunia dahulu. Mereka merasa tidak akan dapat mempertahankan hidupnya jika sekarang hanya bekerja sebanyak dulu. Untuk dapat mempertahankan hidupnya mereka harus memperpanjang jam kerjanya, bangun pagi-pagi, pulang malam dan lebih hati-hati dalam pekerjaanya. Mereka agak memaki-maki: orang asing dimakinya sebagai “setan asing”, rajaperang dimakinya sebagai “jenderal perampok uang” dan gembong lalim setempat dan ningrat jahat [*] dimakinya sebagai “si kaya yang jahat”.
Mengenai gerakan melawan imperialisme dan rajaperang, golongan ini hanya sangsi apakah gerakan itu pasti berhasil (dengan alasan bahwa orang asing dan rajaperang tempak begitu hebat), tidak mau ikut serta dengan begitu saja dan mengambil sikap netral, tetapi sekali-kali tidak menentang revolusi. Jumlah orang golongan ini banyak sekali, kira-kira merupakan separo dari jumlah burjuasi kecil. Golongan ketiga ialah mereka yang merosot kehidupannya. Di dalam golongan ini banyak yang tadinya barangkali termasuk apa yang disebut orang mampu, berangsung-angusr berubah dari hanya sekedar cukup saja menjadi semakin merosot penghidupannya. Setiap tutup buku pada akhir tahun, terkejutlah mereka dengan berkata:”Wah, tekor lagi !” Karena hidup orang-orang ini dahulu senang, kemudian tiap tahun menurun, hutangnya makin bertambah dan hidupnya makin menyedihkan, maka mereka “menggigil tanpa kedinginan bila memikirkan hari depan”. Orang-orang ini merasa sangat tersiksa batinnya karena adanya kontras antara masa lampau dan masa kini mereka. Orang-orang ini sangat penting dalam gerakan revolusioner; mereka adalah massa yang tidak kecil jumlahnya dan merupakan sayap kiri burjuasi kecil. Pada waktu biasa ketiga golongan burjuasi kecil tersebut berlainan sikapnya terhadap revolusi, tetapi pada waktu perang, yaitu pada waktu pasang revolusi naik dan fajar kemenangan sudah tampak, bukan saja golongan kiri burjuasi kecil turut serta dalam revolusi, tetapi golongan tengahnya juga mungkin turut serta dalam revolusi dan bahkan elemen-elemen kanannyapun akan terpaksa mengikuti revolusi karena terbawa oleh arus besar revolusi dari proletariat dan golongan kiri burjuasi kecil. Apabila kita tinjau dari pengalaman dalam Gerakan 30 Mei 1925 [7] dan gerakan tani di berbagai tempat, kesimpulan ini tidak salah.
Semi-proletariat. Yang dinamakan semi-proletariat di sini meliputi lima golongan: (1)sebagian besar dari tani setengah-pemilik [8] , (2) tanimiskin, (3) tukang kerajinan tangan kecil, (4) pegawai toko-toko [9] , dan (5) penjaja. Sebagian terbesar dari tani setengah-pemilik bersama tanimiskin merupakan massa yang amat besar jumlahnya di desa. Yang dimaksudkan dengan masalah tani terutama ialah masalah mereka itu. Yang diusahakan oleh tani setengah-pemilik, tanimiskin dan tukang kerjinan tangan kecil semuanya ialah ekonomi produksi kecil-kecilan dalam skala yang lebih kecil lagi. Meskipin sebagian besar dari tani setengah pemilik dan tani miskin sama-sama tergolong semi-proletariat, tetapi menurut keadaan ekonominya mereka dapat diperinci lagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian atas, bagian tengah dan bagian bawah.Tani setengah pemilik itu hidupnya lebih susah daripada tani-pemilik, karena mereka setiap tahun kekurangan bahan makanan kira-kira separo dari keperluannya, dan mereka harus menyewa tanah dari orang lain, menjual sebagian tenaga kerjanya atau berdagang kecil-kecilan untuk menutup kekurangannya itu. Pada masa paceklik antara musim semi dan musim panas, mereka harus meminjam uang dengan bunga yang tinggi dan membli bahan makanan dengan harga yang mahal, maka keadaannya sudah tentu lebih sukar dari pada tani-pemilik yang tidak memerlukan bantuan orang lain, tetapi lebih baik daripada tani miskin.
Sebab tani miskin tidak mempunyai tanah, dan meskipun setiap tahun bercocok tanam, yang didapatkan hanya separo atau bahkan tidak sampai separo dari hasil panennya, sedangkan tani setengah pemilik meskipun dari tanah yang disewanya hanya mendapat separo atau tidak sampai separo dari hasil panennya, tetapi dari tanah miliknya sendiri bisa mendapat seluruh hasil panen. Maka itu tani setengah pemilik lebih revolusioner daripada tani pemilik, tetapi kurang revolusioner daripada tanimiskin. Tanimiskin adalah tani penyewa di desa yang dihisap oleh tuantanah. Menurut kedudukan ekonominya, mereka terbagi pula atas dua bagian. Satu bagian di antaranya mempunyai alat pertanian yang agak cukup dan sejumlah dana yang lumayan. Kaum tani semacam ini bisa mendapat separo dari hasil kerjanya setiap tahun. Untuk menutup kekurangannya, mereka dapat menanam polowijo, menangkap ikan atau udang, memelihara ayan atau babi, atau menjual sebagian tenaga kerja, dengan demikian mereka mereka mempertahankan hidupnya dengan susah payah, dan dalam keadaan sulit dan serba kekurangan mereka berharap dapat menyambung hidup sampai akhir tahun.
Maka hidup mereka itu lebih sukar daripada tani setengah pemilik, tetapi kurang revolusioner daripada golongan tanimiskin yang lain.Yang dimaksudkan golongan tanimiskin yang lain itu ialah mereka yang tidak cukup mempunyai alat pertanian, tidak mempunyai dana, rabuknyapun kurang, hasil tanahnya kurang baik dan tinggal tidak seberapa lagi setelah dibayarkan untuk sewa tanah., maka mereka lebih perlu menjual sebagian tenaga kerjanya. Di waktu paceklik, mereka mengharapkan belas kasihan dan minta tolongan kepada sanak saudara dan sahabat supaya dipinjami beberapa gantang atau cupak padi-padian sekedar untuk mengisi perut barang tiga atau lima hari; hutangnya bertumpuk-tumpuk seperti beban berat di atas punggung sapi. Mereka itu adalah orang yang amat susah penghidupannya di kalangan kaum tani dan mudah sekali menerima propaganda revolusioner. Tukang kerajinan tangan kecil dinamakan semi-proletar, sebab meskipun mereka memiliki alat-alat produksi sendiri yang sederhana dan pekerjaannya terhitung pekerjaan merdeka, tetapi merekapun sering terpaksa menjual sebagian tenaga kerjanya dan kedudukan enominya hampir sama dengan tanimiskin desa.
Tanggungan keluarganya berat, upahnya tidak setimpal dengan beaya penghidupan, dan tekanan kemelaratan dan ancaman pengangguran selalu terasa olehnya; dalam hal ini mereka pada umumnya sama dengan tanimiskin. Pegawai toko ialah pekerja upahan dalam toko , yang menghidupi keluarga dengan gaji yang sedikit sekali , yang biasanya hanya mendapat kenaikan gaji sekali dalam beberapa tahun sedangkan harga barang naik tiap tahun. Jika kebetulan kita bercakap-cakap dengan mereka dari hati ke hati, terdengarlah keluh kesahnya yang tidak habis-habis. Kedudukannya tidak banyak berbeda dengan tanimiskin dan tukang kerajinan tangan kecil, sehingga propaganda revolusioner sangat mudah diterimanya. Penjaja, baik yang menjaja berkeliling maupun yang berjualan di tepi jalan, semuanya bermodal kecil, keuntungannya tipis dan kurang sandang pangan. Kedudukan mereka tidak banyak berbeda dengan tanimiskin, dan sama halnya dengan tani miskin mereka membutuhkan revolusi untuk mengubah keadaan sekarang.
Proletariat. Proletariat industri modern terdiri dari kira-kira dua juta orang. Berhubung dengan keterbelakangnya ekonomi Tiongkok, maka kaum proletar industri modern tidak banyak jumlahnya. Buruh industri yang lebihkurang dua juta itu terutama ialah buruh dari lima macam industri, yaitu keretaapi, pertambangan, pengangkutan laut, tekstik dan pembuatan kapal; dan sejumlah yang sangat besar di anataranya diperbudak dalam perusahaan modal asing. Meskipun tidak banyak jumlahnya, proletariat industri mewakili tenaga produktif yang baru di Tiongkok, merupakan klas yang paling progresif di Tiongkok modern dan menjadi kekuatan memimpin dalam gerakan revolusioner. Pentingnya kedudukan proletariat industri dalam revolusi Tiongkok dapat kita ketahui dari kekuatan yang mereka perlihatkan dalam gerakan pemogokan pelaut [10] , pemogokan buruh kereta api [11] , pemogokan buruh tambang batubara [12] , pemogokan buruh di Shamién [13] serta pemogokan besar di Shanghai dan Hongkong [14] sesudah Peristiwa 30 Mei. Sebab pertama mengapa mereka bisa menempati kedudukan demikian ialah terpusatnya mereka. Golongan lain yang manapun tidak begitu terpusat seperti mereka. Mereka telah kehilangan alat produksinya, tinggal mempunyai dua belah tangan saja, sudah putus harapan untuk menjadi kaya dan lagi pula diperlakukan dengan kejam sekali oleh kaum imperialis, rajaperang dan burjuasi. Itulah sebabnya mengapa mereka teristimewa militan.
Kekuatan kaum kuli di kota juga sangat patut diperhatikan. Mereka kebanyakan terdiri dari buruh pengangkut di pelabuhan dan tukang angkong; pengeduk jamban dan tukan sapu jalan juga termasuk golongan ini. Mereka tidak memiliki apa-apa kecuali kedua belah tangan, kedudukan ekonominya mirip dengan buruh industri, tetapi tidak begitu terpusat dan begitu penting peranannya dalam produksi seperti buruh industri.. Di Tiongkok masih sedikit pertanian kapitalis modern. Yang dimaksudkan proletariat desa ialah buruh tani yang menjadi buruh tetap, buruh bulanan atau buruh lepas. Buruh tani semacam itu bukan saja tidak memiliki tanah, tetapi juga tidak memiliki alat pertanian, bahkan tidak mempunyai dana sedikitpun, maka mereka tidak bisa lain kecuali hidup memburuh. Dibandingkan dengan buruh yang lain, jam kerjanya lebih panjang, upahnya lebih rendah, syarat-syarat hidupnya lebih buruk dan pekerjaannya lebih tidak terjamin. Orang-orang ini terhitung yang paling menderita di desa dan menempati kedudukan yang sama pentingnya dengan tani miskin dalam gerakan tani.
Selain dari itu masih terdapat kaum proletar-gelandangan yang tidak kecil jumlahnya, terdiri dari kaum tani yang kehilangan kesempatan bekerja. Mereka itu paling terombang-ambing penghidupannya di antara manusia. Mereka mempunyai perkumpulan rahasia di mana-mana, misalnya San He Hui di provinsi-provinsi Fucién dan Kuangtung, Ke Lao Hui di provinsi Hunan, Hupei, Kuicou dan Sechuan, Ta Tao Hui di provinsi-provinsi Anhui, Henan, dan Shantung, Cai Li Hui di provinis Celi dan tiga provinsi timur laut [**] serta Ching Pang di Shanghai dan di tempat-tempat lain [15] , kesemuanya itu pernah merupakan organisasi-organisasi saling bantu dalam perjuangan politik dan ekonomi mereka. Bagaimana memperlakukan orang-orang itu merupakan salah satu soal yang sulit di Tiongkok.Mereka bisa berjuang dengan gagah berani, tetapi mempunyai sifat merusak; mereka bisa menjadi kekuatan revolusioner jika dibimbing dengan tepat.
Dari uraian di atas dapatlah diketahui bahwa semua yang bersengkongkol dengan imperialisme – rajaperang, birokrat, klas komprador, klas tuantanah besar dan bagi kaum intelektuil yang reaksioner yang bergantung pada mereka – adalah musuh kita. Proletariat industri adalah kekuatan memimpin dalam revolusi kita. Seluruh semi-proletariat dan burjuasi kecil adalah sahabat kita yang terdekat. Adapun burjuasi sedang yang bimbang itu, sayap kanannya mungkin menjadi musuh kita, sayap kirinya mungkin menjadi sahabat kita – tetapi kita harus selalu berjaga-jaga jangan sampai mereka mengacaukan front kita.
Artikel ini ditulis oleh Kawan Mao Ce-tung untuk menentang dua penyelewengan yang terdapat dalam Partai pada waktu itu. Penyelewengan pertama, dengan Chen Tu-siu sebagai wakilnya, hanya memperhatikan kerja sama dengan Kuomintang saja dan lupa akan kaum tani; ini adalah oportunisme kanan. Penyelewengan kedua dengan Cang Kuo-thao sebagai wakilnya, hanya memperhatikan gerakan buruh saja dan lupa akan kaum tani; ini adalah oportunisme “kiri”. Kedua oportunisme itu sama-sama merasa kekuatannya sendiri tidak cukup, tetapi tidak tahu dari mana dicarinya kekuatan dan dari mana pula didapatkan sekutu yang luas. Kawan Mao Ce-tung menunjukkan bahwa sekutu proletariat Tiongkok yang paling luas dan paling setia adalah kaum tani, dengan demikian telah memecahkan masalah tentang sekutu yang terutama dalam revolusi Tiongkok. Selain itu Kawan Mao Ce-tung juga sudah dapat melihat bahwa burjuasi nasional pada waktu itu adalah suatu klas yang bimbang dan mereka akan mengalami deferensiasi pada waktu pasangnya revolusi, sayap kanannya akan menyeberang ke fihak imperialisme. Hal itu telah dibuktikan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam tahun 1927.
Mao Zedong (1926)
Keterangan:
1). Yang dimaksudkan dengan golongan negaraisme ialah beberapa gelintir politikus fasis yang tak tahu malu, yang pada waktu itu membentuk Liga Pemuda Negarais Tiongkok yang kemudian berganti nama menjadi Partai Pemuda Tiongkok. Sebagai pekerjaannya yang kontra-revolusioner, mereka melawan Partai Komunis dan Uni Sovyet serta menerima subsidi dari berbagai golongan reaksioner yang berkuasa dan kaum imperialis.
2). Tai Ci-thao pada masa mudanya masuk Kuomintang dan pernah bersama Ciang Kai-sék melakukan spekulasi bursa. Setelah Sun Yat-sen meninggal pada tahun 1025, ia melakukan hasutan anti Komunis sebagai persiapan mental untuk kudeta kontra-revolusioner Ciang Kai-sék pada tahun 1927. Dalam waktu yang lama ia menjadi kaki tangan Ciang Kai-sék yang setia dalam kontra-revolusi. Pada bulan Pebruari 1949 ia membunuh diri karena putus harapan melihat kekuasaan Ciang Kai-sék telah mendekati keruntuhannya.
3). Chen Pao (Harian Pagi) adalah organ Lembaga Peneliti Pemerinatahan Konstitusionil – salah satu organisasi politik yang pada waktu itu mendukung kekuasaan rajaperang-rajaperang Utara di lapangan politik.
4). Pada tahun 1923, dengan bantuan Partai Komunis Tiongkok, Sun Yat-sen mengambil pekutusan untuk mengorganisasi Kuomintang, mengadakan kerjasama Kuomintang-Komunis dan menerima orang-orang Komunis masuk Kuomintang. Selanjutnya pada bulan Januari 1924 ia menyelenggarakan Kongres Nasional Ke-I Kuomintang di Kuangcou dan dalam Kongres itu ia menetapkan Tiga Politik Besar, yaitu bersekutu dengan Rusia, bersatu dengan Partai Komunis dan membantu tani dan buruh. Kawan Mao Ce-tung serta Li Ta-cao, Li Po-chü, Chü chiu-pai dan kawan-kawan lainnya juga menghadiri kongres tersebut dan memainkan peranan yang penting sekali dalam membantu Kuomintang menempuh jalan revolusioner. Beberapa di antara kawan-kawan itu dipilih sebagai anggota atau calon anggota Komite Eksekutif Pusat Kuomintang.
5). Yang dimaksud Kawan mao Ce-tung di sini ialah tani-sedang.
6). Panglima Cao Kung adalah Cao Kung-ming, dewa kekayaan dalam dongeng rakyat Tiongkok.
7). Yang dimaksudkan dengan Gerakan 30 Mei ialah gerakan anti imperialis yang dilancarkan oleh rakyat seluruh negeri pada tahun 1925 untuk memprotes terhadap pembunuhan rakyat Tiongkok oleh polisi Inggris di Shanghai pada tanggal 30 Mei tahun itu. Dalam bulan Mei 1925 berturut-turut terjadi pemogokan buruh besar-besaran di pabrik tekstil milik Jepang di Chingtao dan Shanghai. Pemogokan ini ditindas oleh kaum imperialis Jepang dan kakitangan-kakitangannya – rajaperang-rajaperang Utara. Pada tanggal 15 Mei pemilik pabrik tekstik Jepang di Shanghai menembak mati seorang buruh bernama Ku Ceng-hung dan melukai belasan buruh lainnya. Pada tanggal 28 bulan itu delapan buruh di Chingtao dibunuh oleh pemerintah reaksioner. Pada tanggal 30 Mei lebih dari 2.000 orang pelajar dan mahasiswa Shanghai melakaukan propaganda di konsesi-konsesi asing untuk menyokong kaum buruh dan menyerukan supaya konsesi-konsesi asing direbut kembali.
Kemudian terhimpun massa lebih dari 10.000 orang dan dipekikkanlah semboyan-semboyan seperti “Hancurkan imperialisme!” dan “Besatulah rakyat deluruh Tiongkok!” di depan kantor polisi konsesi Inggris. Polisi imperialis Inggris lalu melepaskan tembakan, sehingga banyak pelajar dan mahasiswa tewas dan luka-luka. Peristiwa ini terkenal sebagai pembunuhan 30 Mei. Sesudah terjadi peristiwa pembunuhan secara besar-besaran ini segera bangkitlah amarah rakyat seluruh Tiongkok dan di mana-mana terjadi demonstrasi, pemogokan buruh, pemogokan pelajar dan mahasiswa dan pemogokan pedagang, dengan demikian timbullah suatu gerakan anti-imperialis yang besar sekali.
8). Yang dimaksudkan Kawan Mao Ce-tung di sini ialah kaum tani melarat yang sebagian dari tanah garapannya adalah miliknya sedniri dan sebagian lainnya tanah sewaan.
9). Pegawai toko di Tiongkok terdiri dari lapisan yang berlainan. Yang dimaksudkan Kawan Mao Ce-tung di sini ialah lapisan yang terbanyak jumlahnya di antara pegawai toko. Ada juga lapisan bawah dari pegawai toko yang hidup sebagai kaum proletar.
10). Yang dimaksud ialah pemogokan pelaut di Hongkong dan pemogokan kelasi di sungai Yangce pada awal tahun 1922. Pemogokan pelaut di Hongkong bertahan 8 minggu lamanya, dan sesudah melalui perjuangan berdarah yang sengit, akhirnya penguasa imperialis Ingris di Hongkong terpaksa setuju menaikkan upah, mencabut larangan terhadap serikat buruh, melepaskan buruh yang ditangkap dan membayar uang duka kepada keluarga buruh yang menjadi korban. Selanjutnya kelasi di sungai Yangce melakukan pemogokan yang bertahan dua minggu lamanya dan mencapai kemenangan juga.
11). Segera setelah didirikan pada tahun 1921, Partai omunis Tiongkok lalu mengorganisasi buruh keretaapi. Pada tahun 1922 dan 1923 di berbagai jalan keretaapi yang penting terjadi aksi-aksi pemogokan di bawah pimpinan Partai Komunis. Di antaranya yang paling terkenal ialah pemogokan umum buruh Jalan Keretaapi Peking-Hangkhou pada tanggal 4 Pebruari 1923 untuk memperjuangkan kebebasan membentuk gabungan serikat buruh. Pada tanggal 7 Pebruari rajaperang-rajaperang Utara Wu Phei-fu dan Siao Yao-nan yang disokong oleh imperialisme Inggris dengan kejam membunuh buruh yang mogok. Peristiwa ini terkenal dalam sejarah sebagai Pembunuhan 7 Pebruari.
12). Tambang batubara Khailuan ialah nama gabungan dari daerah-daerah tambang batubara besar Khaiphing dan Luancou yang letaknya berdekatan diprovinsi Hepei dan pada waktu itu mempunyai buruh 50.000 orang lebih. Di dalam masa gerakan Yi He Thuan tahun 1900 kaum imperialis Inggris merampas Tambang Batubara Khaiphing. Orang Tiongkok lalu membentuk Kongsi Tambang Batubara Luancou, tapi kemudian digabungkan ke dalam Pusat pertambangan Khailuan, maka kedua tambang itu dikekangi sedniri oleh imperialisme Inggris. Yang dimaksudkan dengan pemogokan Khailuan ialah pemogokan yang terjadi dalam bulan Oktober 1922. Tambang batubara Ciaocuo yang terletak dibagian utara provinsi Henan adalah juga daerah tambang batubara terkenal di Tiongkok. Yang dimaksudkan pemogokan di Ciaocuo ialah pemogokan yang berlangsung dari tanggal 1 Juli sampai 9 Agustus 1925.
13). Pada waktu itu Shamién adalah konsesi imperialis Inggris di Kuangcou. Pada bulan Juli 1924 kaum imperialis Inggris yang menguasai Shamién mengumumkan peraturan polisi yang baru, yang mengharuskan orang Tiongkok di Shamién membawa pas-jalan berfoto waktu keluar-masuk daerah itu, tetapi orang asing boleh keluar-masuk dengan bebas. Kaum buruh Shamién melancarkan pemogokan pada tanggal 15 Juli untuk memprotes tindakan yang tidak semena-mena itu. Akhirnya kaum imperialis Inggris terpaksa mencabut peratutan tersebut.
14). Sesudah Peristiwa 30 Mei 1925 di Shanaghai, mulailah pemogokan umum di Shanghai pada tanggal 1 Juni dan pemogokan umum di Hongkong pada tanggal 19 Juni. Yang ikut serta pemogokan di Shanghai lebih dari 200.000 orang, dan di Hongkong lebih dari 250.000 orang. Dengan mendapat sokongan rakyat seluruh negeri, pemogokan besar di Hongkong berlangsung sampai satu tahun empat bulan lamanya dan merupakan pemogokan yang paling lama dalam sejarah gerakan buruh dunia.
15). San He Hui (Serikat Tiga Serangkai), Ke Lao Hui (Serikat Saudara), Ta Tao Hui (Serikat Pedang Besar), Cai Li Hui (Serikat Susial) dan Ching Pang (Perkumpulan Hijau), semuanya perkumpulan rahasia yang primitif di kalangan rakyat. Anggota-anggota dari organisasi-organisasi itu terutama terdiri dari kaum tani yang sudah bangkrut, tukang kerajinan tangan yang menganggur dan kaum proletar-gelandangan. Pada jaman feodal Tiongkok elemen-elemen itu sering membentuk organisasi yang beraneka warna namanya berdasarkan pertalian agama atau takhayul dengan corak patriarchal, di antaranya ada yang mempunyai senjata. Organisasi-organisasi semacam ini dugunakan mereka untuk saling membantu dalam penghidupan masyarakat, dan ada kalanya digunakan untuk melakukan perjuangan melawan kaum birokrat dan tuantanah yang menindas mereka.
Tetapi nyata sekali bahwa organisasi-organisasi yang terbelakang semacam itu tidak bisa memberi jalan keluar kepada kaum tani dan tukanag kerajinan tangan. Lagi pula organisasi-organisasi tersebut kadang-kadang mudah dikendalikan dan ditunggangi oleh tuantanah dan kekuatan jahat lainnya, tambahan pula organisasi-organisasi itu mempunyai sifat merusak secara membabi-buta, maka di antaranya ada yang berubah menjadi kekuatan revolusioner. Ketika Ciang Kai-sék melakukan kudeta kontra-revolusioner pada tahun 1927, organisasi-organisasi yang terbelakang itu dipergunakannya sebagai alat untuk merusak persatuan rakyat pekerja dan mensabot revolusi. Setelah kekuatan proletariat industri modern bangkit dan tumbuh dengan subur, kaum tani di bawah pimpinan klas buruh berangsur-angsur membentuk organisasi-organisasi tipe baru sepenuhnya, maka terus hidupnya organisasi-organisasi yang primitif dan terbelakang itu hilanglah artinya.
Keterangan
[*] yang dimaksud dengan gembong lalim setempat adalah tuan tanah, tani kaya, pejabat-pejabat yang telah meletakkan jabatannya, orang-orang kaya dan lain sebagainya yang berbuat sewenang-wenang di desa-desa dalam masyarakat lama Tionkok. Yang dimaksud dengan ingrat jahat adalah orang-orang di antara mereka yang agak berpengetahuan serta yang agak tinggi kedudukan politik dan sosialnya. Gembong lalim setempat dan ningrat jahat adalah wakil-wakil politik klas tuantanah di daerah. Mereka mengendalikan kekuasaan setempat, memonopoli peradilan, melakukan korupsi dan kejahatan-kejahatan lainnya serta menggencet rakyat.
[**] Celi adalah nama lama provinsi Hepei. Tiga provinsi timur laut ialah provinsi-provinsi Liaoning, Cilin dan Heilunciang di Tiongkok Timurlaut.