Marhaenist.id, Tengsel – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) saat ini dilanda kesedihan yang memdalam dengan adanya berita duka dari salah satu kader terbaiknya asal Kota Tanggerang Selatan, Provinsi Banten.
H. Soenardin, S.H., M.H atau akrab disapa Mas Soenardin yang merupakan Advokat Senior di Indonesia telah berpulang ke Rahmatullah di hari Minggu (26/10/2025).
Berita kepergian Mas Soenardi banyak tersebar diberbagai platform media sosial yang dibagikan oleh Kader-Kader GMNI di media sosial pribadi mereka termasuk di grup-grup WhatsApp GMNI Se-Indonesia.
Mas Soenardi yang juga merupakan Ex Presidium GMNI 1976 – 1979 telah berpulang disisi Tuhan Yang Maha Esa dalam usia 84 Tahun.
Bagi yang berkeinginan melayat di rumah duka, silakan ke alamat rumah: Gang Dewi Nomor 67, RT. 02/ RW. 06, Kelurahan Sudimara Selatan, Kecamatan Ciledug, Kota Tanggerang Selatan – Provinsi Banten.
Perjalanan Karir Mas Soenardi: Dari Pengagum Bung Karno sampai Pejuang Keadilan
Soenardi, S.H., M.H adalah pengagum Bung Karno yang ia jadikan sebagai icon favoritnya, Sunardi beralasan, karena Bung Karno lah yang menjadi Bapak Republik Indonesia. Alasan lain adalah, karena Bung Karno dikenal sebagai Bapak Marhaenisme dan merupakan pejuang kemerdekaan Republik Indonesia. Disamping itu dia mengagumi Bung Karno sebagai Bapak kemerdekaan Islam yang memiliki intelektual tinggi, dan percaya bahwa Tuhan itu satu, Yang Maha Esa Allah SWT.
Sunardi menempuh pendidikan Sekolah Dasar di Srengat. Kemudian dia menyelesaikan SMP dan SMA di Blitar pada tahun 1962. Sempat mengenyam pendidikan sebagai mahasiswa di FKHG Universitas Brawijaya Malang. Lalu pada tahun 1967 ia melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Trisakti. Untuk lebih mendalami ilmu hukum, ia kemudian mengikuti program pascasarjana pada Universitas Jayabaya dan lulus mendapatkan gelar Magister Ilmu Hukum pada tahun 1997.
Ia memulai karir dengan bekerja sebagai buruh pada pabrik email PT.Takari sejak tahun 1964 sampai 1970. Ia juga tercatat pernah menjadi asisten pada Lembaga Penelitian Hukum Universitas Trisakti tahun 1973 dan sekaligus menjadi Sekretaris Jendral Dewan Mahasiswa Universitas.
Periode 1976-1979, Soenardi menjadi anggota/Ketua Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Kemudian ia juga sempat menjabat Sekretaris Jendral dan Komisaris Bidang Penerbitan Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Advokat Indonesia (DPP PERADIN).
Ia juga kemudian dipercaya Menjadi Sekretaris Jendral Majelis Pimpinan Sentral Gerakan Marhaen tahun 1981. Advokat Soenardi juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Jendral Dewan Kehormatan Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN).
Selain sederet pengalaman berorganisasi di atas, advokat Soenardi juga pernah memimpin berbagai gerakangerakan masyarakat, baik partai politik, organisasi masyarakat maupun Lembaga Swadaya Masyarakat yang mengkritisi dan mengkoreksi serta memberi peringatanperingatan yang tentunya bertujuan baik bagi masyarakat yang merasa telah tertindas pada rezim pemerintahan Orde Baru. Salah satu usulannya adalah menolak dengan tegas sistem pemilihan langsung Presiden dan Kepala Daerah, Bupati/Walikota.
Selama kurang lebih 40 bulan, Soenardi pernah dimasukan ke dalam penjara rezim pemerintahan Orde Baru, karena ia didakwa telah dengan sengaja melakukan penghinaan terhadap Presiden Soeharto. Soenardi diadili dari tingkat Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Pengadilan Tinggi, hingga dengan putusan Kasasi ditingkat Mahkamah Agung. Kemudian Advokat Soenardi melakukan pembelaan yang berjudul “Anak Gunung (Soenardi) memperingatkan Anak Desa (Jendral Soeharto)”.
Pada saat itu Mayjen Moedjono (menjabat sebagai Ketua MA RI), Letjen Ismail Saleh (sebagai Jaksa Agung) dan Letjen Ali Said (sebagai Menteri Kehakiman). Para jendral tersebut di atas kemudian dikenal dengan sebutan “Trio Punakawan”, yaitu Semar, Gareng dan Petruk.
Namun karena pembelaannya pada waktu itu, Soenardi pun mendapatkan berbagai macam julukan dari masyarakat. Ada yang menyebutnya seorang pemberani dan hebat/geweldig, seorang penolong yang agung, seorang pengacara hakhak asasi manusia yang terkemuka bahkan ada yang menjulukinya sebagai seorang panglima perang karena keberaniannya mengkritisi rezim Orde Baru yang otoriter.
Sejak 1983 Soenardi telah memberikan gagasan dan mendesak kepada seluruh civitas akademika di seluruh Indonesia untuk melakukan reformasi, karena pada rezim pemerintahan Orde Baru pembangunan bidang politik telah mengabaikan, baik prosedur maupun substansinya, dimana kekuasaan mengambil peranan yang dominan dibandingkan dengan aspek keadilan, sosiologis dan budaya. (Kutipan variaadvokat.com).
“Bung Senior, tuntas sudah Bhaktimu terhadap negeri ini. Semoga engkau ditempatkan yang terbaik disisi-NYA. Semoga beliau Husnul Khotimah, diterima seluruh amal ibadahnya, diampuni segala khilaf dan dosanya, serta mendapat tempat terbaik disisi Allah SWT,” Redaksi Marhaenist.id.***
Penulis: Bung Wadhaar/Editor: Bung Wadhaar.