By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
Pernyataan Sikap SP-NTT: Polemik Geothermal Flores-Lembata dan Polemik Investasi di Pulau Padar Taman Nasional Komodo
Semangat Muda Kaum Nasionalis: Deklarasi GSNI Pacitan
Aksi Mahasiswa: Bubarkan DPR ?
Mas Bambang Patjul Dibutuhkan Fokus Skala Nasional
‎Dugaan 22 Anak SD Keracunan Makanan dari Program MBG, Ketua GMNI Inhil: Kurangnya Kontrol Pihak Terkait

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2024 Marhaenist. Pejuang Pemikir. All Rights Reserved.
Historical

Inggit Garnasih Pahlawan Nasional yang Tak Kunjung Diakui dan Telupakan

La Ode Mustawwadhaar
La Ode Mustawwadhaar Diterbitkan : Jumat, 1 November 2024 | 15:14 WIB
Bagikan
Waktu Baca 5 Menit
Foto: Inggit bersama Bung Karno (Sumber Foto: Arsip Nasional RI)/MARHAENIST.
Bagikan
iRadio

Marhaenist.id – Pada tanggal 7 Februari 1980, mantan Gubernur DKI Bang Ali bertamu ke rumah IBu Inggit Garnasih. la mengerahkan kemampuan bahasa Sunda halusnya (Bang Ali adalah menak atau bangsawan Sunda dari Sumedang) untuk menanyakan kesediaan Ibu Inggit Garnasih menerima Fatmawati.

Di luar dugaan, urusannya ternyata mudah. Ibu Inggit Garnasih mempersilakan, maka terjadilah pertemuan pertama dalam 38 tahun bagi kedua istri Bung Karno tersebut.

Fatmawati berkali-kali bersimpuh dan mencium kaki Ibu Inggit Garnasih memohon maaf sambil menangis. la juga menyuruh putrinya, Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri dan putra bungsunya Guruh Soekarno, melakukan hal yang sama. Ibu Inggit Garnasih lantas menjawab “Indung mah lautan hampura” (Ibu ini lautan maaf) sembari mengelus dan menciumi rambut Fatmawati serta putra-putrinya.

Namun Ibu Inggit Garnasih juga mengingatkan agar ke depan, jangan sampai mencubit orang lain kalau tak ingin dicubit, karena dicubit itu rasanya sakit. Niat baik Fatmawati meminta maaf kepada ibu angkatnya menjadi penyucian diri. Hanya tiga bulan sesudahnya, pada 14 Mei 1980 Fatmawati berpulang setelah menunaikan umrah.

Pada tanggal 27 November 1982 terjadi lagi pertemuan mengharukan, kali ini tiga janda Bung Karno bertemu. Ratna Sari Dewi (Naoko Nemoto) dan Hartini menemui Ibu Inggit Garnasih yang tengah terbaring sakit. Dewi dan Hartini yang dulu paling sengit bersaing nampak rukun, dan keduanya mengakui ketokohan Ibu Inggit. Sayang tidak banyak percakapan yang berlangsung karena kondisi Ibu Inggit Garnasih sangat lemah, Namun ia tetap kelihatan senang dengan kunjungan istimewa itu.

Ibu Inggit Garnasih adalah tokoh teladan dari era perjuangan kemerdekaan yang belum mendapatkan gelar pahlawan nasional yang menjadi haknya.

Baca Juga:   Pidato Bung Karno Saat Konferensi Besar GMNI di Kaliurang 17 Februari 1959

Ibu Inggit Garnasih adalah sosok yang memberi dan memberi, tanpa mengharapkan kembali. Betapa tidak, dari 19 tahun pernikahan, 9 tahun di antaranya dihabiskan di pembuangan dan hampir 3 tahun Inggit ditinggal Soekarno yang mendekam di penjara. 7 tahun sisanya dihabiskan dengan bermain kucing-kucingan melawan para intel Belanda, di tengah kesibukan mencari uang sendiri guna membiayai perjuangan sang suami. Kapan senangnya Ibu Inggit Garnasih? Istri mana yang mau dan mampu menanggung pengorbanan sebesar itu?.

Inggit Garnasih Soekarno wafat pada tanggal 13 April 1984 dałam usia 96 tahun. Tidak ada penghormatan khusus dari pemerintah pusat maupun daerah baginya. Namun para tetangga di Jalan Ciateul dan sekitarnya tanpa ada yang mengkoordinasikan serentak mengibarkan bendera merah putih setengah tiang. Saat jenazah dibawa ke pemakaman, mereka dan sejumlah warga Bandung lainnya memenuhi tepi jalan guna memberikan penghormatan terakhir.

Tetapi setiap memasuki bulan November dalam keadaan teramat sedih, bangsa Indonesia akan memperingati hari Pahlawan, namun sampai hari ini Ingggit Garnasih seorang perempuan tangguh dari Bumi Priangan yang sungguh-sungguh tulus menyerahkan hidupnya untuk kemerdekaan bangsanya, sampai hari ini Negara Indonesia tak kunjung mengakui perjuangannya.

Kita boleh bangga dengan buku INDONESIA MENGGUGAT? tapi buku itu tidak akan pernah ada jika tidak ada Ibu Inggit Garnasih yang kadang jalan kaki ke Banceuy menyemangati Bung Karno serta menyelundupkan bahan-bahan untuk menulis.

Sedemikian teguhnya, Ia rela berjalan di hutan Muko-muko menemani Bung Karno dalam pelarian dari Bengkulu ke Padang. Ibu Inggit Garnasih jalan kaki dengan sarung, kondisi yang amat merepotkan, namun semangat juangnya mengalahkan seluruh kerepotan dan kesulitannya.

Tak cukup seribu lembar kertas untuk mengisahkan begitu banyak kesulitannya dalam perjuangannya untuk Indonesia tetapi semua ia terobos, seperti ia menerobos hutan belantara di pesisir barat Sumatera tanpa pernah mengeluh. Ibu Inggit Garnasih sungguh pejuang tangguh, tetapi sayang bangsa ini teramat kikir untuk menghargai ketulusan dan ketangguhannya.

Baca Juga:   Soemarsono, Saksi Sejarah Tragedi PKI di Madiun 1948

Begitu kikirnya bangsa ini, maka hanya di Bandung saja, namanya diabadikan pada sebuah jalan, itupun tak semua penghuni di jalan itu menggunakan nama Inggit Garnasih sebagai nama jalan. Begitu kikirnya, maka barang-barang milik Inggit Garnasih bersama Bung Karno berserakan sana sini tak terurus.

Saking kikirnya bangsa ini, maka satu-satunya permintaan Ibu Inggit Garnasih untuk dimakamkan di Cigereleng, tak diizinkan Pangkomkamtib saat itu.

Sungguh menyedihkan, bila menyadari besarnya jasa Inggit Garnasih dengan perlakuan bangsa ini padanya yang termat kikir.

Padahal ia sangat pantas untuk dibuatkan patung besar ditengah Kota Bandung, dan namanya pantas diabadikan sebagai nama jalan tidak hanya diseluruh kota- kota di Jawa Barat tetapi juga di berbagai kota lainnya di Indonesia.

Berapa biaya membangun sebuah patung besar? Lima, sepuluh, dua puluh miliar ? Itu terlalu kecil dibanding ketulusan dan kesetiaannya berjuang.

Dan apa ruginya untuk mengakuinya sebagai pahlawan nasional ?

Kenapa bangsa ini teramat sulit untuk mengakui jasanya?**


Kutipan tulisan dari: Jacobus K Mayong dan dari buku: “UNTUK REPUBLIK” Kisah-kisah Teladan Kesederhanaan Tokoh Bangsa. Disusun kembali oleh Redaksi Marhaenist.id.

Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

Foto: Desain Grafis oleh SP-NTT/MARHAENIST
Pernyataan Sikap SP-NTT: Polemik Geothermal Flores-Lembata dan Polemik Investasi di Pulau Padar Taman Nasional Komodo
Senin, 25 Agustus 2025 | 17:44 WIB
Semangat Muda Kaum Nasionalis: Deklarasi GSNI Pacitan
Senin, 25 Agustus 2025 | 13:34 WIB
Aksi Mahasiswa: Bubarkan DPR ?
Senin, 25 Agustus 2025 | 13:28 WIB
Mas Bambang Patjul Dibutuhkan Fokus Skala Nasional
Minggu, 24 Agustus 2025 | 21:13 WIB
‎Dugaan 22 Anak SD Keracunan Makanan dari Program MBG, Ketua GMNI Inhil: Kurangnya Kontrol Pihak Terkait
Sabtu, 23 Agustus 2025 | 19:24 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Insight
Peringati HUT Kemerdekaan RI, DPC GMNI Touna dan DPK GMN Bung Tomo Manajenen Gelar Nobar Sekaligus Bedah Film bersama Masyarakat
Kabar GMNI
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Kabar PA GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Kabar PA GMNI
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi
Kabar PA GMNI

Lainnya Dari Marhaenist

Opini

Toleransi Beragama: Jalan Hidup Damai Antar Umat Beragama di Indonesia

Marhaenist.id - Ketika anda menganggap pemeluk agama lain adalah sesat, memangnya mereka…

Kabar GMNI

Di Hari Lahir Pancasila, GMNI Kendari Harapkan Nilai Pancasila harus Mampu Diimplementasikan Pemangku Kebijakan di Sultra

Marhaenist.id, Kendari - Dewan pimpinan cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)…

Polithinking

Jelang Debat Capres Terakhir, Ganjar Jalan Sehat di Pluit; Sosialisasi Agar Tak Golput

Marhaenist.id, Jakarta - Calon Presiden Ganjar Pranowo jalan sehat bareng ribuan massa…

Kabar GMNI

Menuju Jalan Rekonsoliasi Nasional, Ketum Terpilih Kongres GMNI Bandung dan Kubu Arjuna – Dendy Sepakat Menyulam Persatuan

Marhaenist.id, Jakarta – Di tengah riuh dinamika pasca Kongres Gerakan Mahasiswa Nasional…

Kabar GMNI

Laksanakan Konfercab Ke II, Gabriel-Desi Resmi Terpilih Menjadi Ketua dan Sekretaris DPC GMNI Mamasa

Marhaenist.id, Mamasa - Gabriel Dakosta Swares dan Desi Rispawati tepilih sebagai ketua…

Indonesiana

5 Lukisan Bertema Jokowi Dibredel, Intervensi Kekuasaan Merambah ke Dunia Seni Rupa

Marhaenist.id - Pelukis Yos Suprapto menggelar pameran tunggal di Galeri Nasional, Jakarta (19/12).…

Para aktivis berkumpul selama pertemuan musim gugur tahunan IMF untuk memprotes pendanaan bahan bakar fosil di seluruh dunia. FOTO: AFP
Internasionale

IMF dan Bank Dunia Dituntut Tangani Perubahan Iklim

Marhaenist - Puluhan pengunjuk rasa berdemonstrasi di luar tempat pertemuan tahunan Dana…

Kabar GMNI

Gelar Musyakom, GMNI Unidha Teguhkan Marhaenisme di Tengah Krisis Bangsa sebagai Panggung Regenerasi dan Konsolidasi Ideologis

Marhaenist.id, Malang – Dewan Pengurus Komisariat (DPK) GMNI Universitas Wisnuwardhana Malang (Unidha)…

Kabar GMNI

Dilanda Banjir, Poros Rakyat Salurkan Bantuan 1 Ton Beras ke Masyarakat Kecamatan Nosu Kabupaten Mamasa

Marhaenist.id, Mamasa - Poros Rakyat Mamasa yang terdiri dari Gerakan Mahasiswa Nasional…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar PA GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

Ikuti Kami

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?