By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
Pernyataan Sikap SP-NTT: Polemik Geothermal Flores-Lembata dan Polemik Investasi di Pulau Padar Taman Nasional Komodo
Semangat Muda Kaum Nasionalis: Deklarasi GSNI Pacitan
Aksi Mahasiswa: Bubarkan DPR ?
Mas Bambang Patjul Dibutuhkan Fokus Skala Nasional
‎Dugaan 22 Anak SD Keracunan Makanan dari Program MBG, Ketua GMNI Inhil: Kurangnya Kontrol Pihak Terkait

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2024 Marhaenist. Pejuang Pemikir. All Rights Reserved.
Sukarnoisme

Sukarno dan Islam Sontoloyo

Indo Marhaenist
Indo Marhaenist Diterbitkan : Senin, 12 Agustus 2024 | 22:32 WIB
Bagikan
Waktu Baca 6 Menit
Presiden Sukarno usai menjalankan ibadah sholat saat melakukan kunjungan ke Amerika Serikat. LIFE
Bagikan
iRadio

MARHAENIST – Ikatan Sukarno dan islam tidak sulit dijelaskan. Bukan hanya karena dia memang pemeluk Islam. Sebagai manusia pergerakan, dia pernah berlabuh di dua organisasi islam, yaitu Sarekat Islam (SI) dan Muhammadiyah.

Lalu, ketika menjalani pembuangan di Ende (NTT) dan Bengkulu, kira-kira antara tahun 1934-1942, Sukarno banyak belajar dan menyelami Islam. Di periode itu juga dia banyak menulis dan berpolemik tentang Islam.

Tulisan-tulisan Sukarno ibarat “palu godam” yang menghantam golongan konservatif dalam Islam saat itu. Dia tidak segan menelanjangi kebusukan orang-orang yang memperalat Islam untuk kepentingan pribadi. Untuk orang-orang semacam ini, Sukarno menyebutnya “Islam sontoloyo”.

Sebaliknya, Sukarno berusaha menghadirkan Islam dengan wajah yang progressif dan emansipatoris. Karena itu, saya menggolongkan Sukarno sebagai pemikir Islam progressif.

Untuk memperkuat kesimpulan itu, saya menghidangkan lima alasan paling mendasar.

Pertama, Sukarno selalu berusaha me-“muda”-kan pengertian Islam, dengan menyeleraskannya dengan perkembangan masyarakat dan semangat zaman. Dia ingin menjadikan Islam sebagai agama yang hidup. Dia ingin Islam ber-panta rei: segala hal mengalir, segala hal selalu berobah, segala hal mendapat perbaharuan.

Nah, agar Islam senapas dengan semangat zaman ini, berarti islam harus melakukan pembaharuan. Tentang ini, Sukarno menegaskan, “pokok tidak berobah, agama tidak berobah, Islam-sejati tidak berobah, firman Allah dan sunah Nabi tidak berobah, tetapi pengertian manusia tentang hal-hal inilah yang berobah. Pengoreksian pengertian itu selalu ada, dan musti selalu ada.”

Jelaslah, Sukarno tidak ingin merombak ajaran dasar Islam, khususnya Al-Quran dan Hadist. Sebaliknya, yang hendak dimajukan adalah interpretasi atau penafsiran manusia terhadap Al-Quran dan Hadist tersebut. Nah, untuk penafsiran itu, Islam harus bergandengan tangan dengan rasionalisme.

Baca Juga:   Bukan Ajaran Dalam Islam, Mari Memahami Apa itu Mazhab Bung Karno!

“Akal kadang-kadang tak mau menerima Qur’an dan Hadits shahih itu, bukan oleh karena Qur’an dan Nabi salah, tetapi oleh karena cara kita mengartikannya adalah salah. Kalau ada sesuatu kalimat dalam Qur’an atau sabda Nabi yang berten­tangan dengan akal kita, maka segeralah Rasionalisme itu mencari tafsir, keterangan, yang bisa diterima dan setuju dengan akal itu,” jelas Sukarno.

Kedua, Sukarno mengidentikkan Islam dengan kemajuan. menurutnya, islam itu kemajuan. Kata dia lagi, Al-Quran dan hadist mewajibkan umat Islam menjadi “cakrawarti” di lapangan ilmu pengetahuan dan kemajuan.

Karena itu, Islam ala Sukarno tidak anti-kemajuan dan tidak anti-teknologi. Sebaliknya, islam itu kemajuan. Dia menentang Islam yang suka “mengkafirkan pengetahuan dan kecerdasan, mengkafirkan radio dan listrik, mengkafirkan kemoderenan dan ke-uptodate-an”.

Sukarno sadar, masyarakat selalu berkembang maju, dengan cara-cara berproduksi dan relasi sosialnya. Gerak maju masyarakat itu bersifat mutlak, tak terhindarkan. Karena itu, dengan meminjam kata-kata pemimpin Turki Kemal Attaturk, Sukarno mengatakan, “Islam tidak menyuruh orang duduk termenung sehari-hari di dalam mesjid memutarkan tashbih, tetapi Islam ialah  perjoangan.” Artinya, orang Islam harus ikut dalam pergulatan sosial, termasuk dalam menyerap pengetahuan dan nilai-nilai baru yang progressif.

Ketiga, Sukarno menentang diskriminasi terhadap perempuan. Perlu diketahui, Sukarno adalah pengeritik paling keras dan paling pedas terhadap penerapan tabir yang mengurung perempuan.

Bagi Sukarno, tabir itu simbol perbudakan dan ortodoksi. Menurut dia, Islam tidak mewajibkan tabir, tetapi orang-orang Islamlah yang mengada-adakan tabir. “Saya menolak sesuatu hukum agama yang tidak nyata diperintah oleh Allah dan Rassul,” kata Sukarno dalam risalahnya, Tabir adalah Lambang Perbudakan, 1939.

Sukarno sadar, memang ada batasan berpandangan wajah antara laki-laki dan perempuan dalam Islam. Tetapi batasan itu tidak bisa dimaknai secara kaku dengan membuat tabir. Menurutnya, umat Islam cukup menjaga hati dan matanya masing-masing.

Baca Juga:   Ironi, Bung Karno Bapak Proklamator Kemerdekaan yang Diakhir Hayatnya Malah Diperkosa Kemerdekaannya

Dia melihat tabir bukan hanya selembar kain, tetapi sebuah simbol dari maatschappe­lijke positie (posisi sosial) perempuan. Tabir menjadi penanda posisi sosial perempuan yang dianggap rendah dalam struktur sosial.

Padahal, kata dia, Islam hadir justru untuk mengangkat derajat kaum perempuan. Bukan merendahkan, apalagi memperbudak kaum perempuan.

Keempat, Sukarno membuat Islam itu berapi. Dia selalu menganjurkan agar umat Islam mengambil intisari dari ajaran Islam itu, bukan kulit luarnya. Ambil apinya, bukan abunya!

Argumentasi Sukarno ini beralasan. Dia mencontohkan pada “pernikahan semalam” di Priangan. Sebetulnya itu praktek perzinahan atau pelacuran terselubung. Namun, agar terkesan sah menurut agama, maka penghulu menikahkan pasangan itu. Kendati besoknya pernikahan itu bisa bubar.

Kritik Sukarno ini juga relevan dengan kecenderungan sebagian orang yang menyerap mentah-mentah gaya orang Islam dari Arab. Sehingga kadang-kadang gagal memilah mana ajaran Islam dan mana bentuk kebudayaan barat.

Ini persis dengan kritik Almarhum Gus Dur: “Islam datang bukan untuk mengubah budaya leluhur jadi budaya Arab, bukan untuk ‘aku’ menjadi ‘ana’, ‘sampeyan’ jadi ‘antum’, dan ‘sedulur’ menjadi ‘akhi’… Kita pertahankan milik kita, kita harus serap ajarannya, bukan budaya Arabnya.”

Kelima, keberpihakan kepada si miskin dan kaum tertindas. Sukarno mendorong praktek Islam yang punya empati atau keberpihakan kepada si miskin dan tertindas.

Seperti ditegaskannya pada tahun 1946: “Orang tidak dapat mengabdi kepada Tuhan dengan tidak mengabdi kepada sesama manusia, Tuhan bersemayam di gubuknya si miskin.”

Itulah 5 alasan kenapa Sukarno bisa disebut sebagai pemikir Islam progressif. Dan karena itu, penting untuk memasukkan Bung Karno sebagai salah satu pemikir Islam nusantara.

Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

Foto: Desain Grafis oleh SP-NTT/MARHAENIST
Pernyataan Sikap SP-NTT: Polemik Geothermal Flores-Lembata dan Polemik Investasi di Pulau Padar Taman Nasional Komodo
Senin, 25 Agustus 2025 | 17:44 WIB
Semangat Muda Kaum Nasionalis: Deklarasi GSNI Pacitan
Senin, 25 Agustus 2025 | 13:34 WIB
Aksi Mahasiswa: Bubarkan DPR ?
Senin, 25 Agustus 2025 | 13:28 WIB
Mas Bambang Patjul Dibutuhkan Fokus Skala Nasional
Minggu, 24 Agustus 2025 | 21:13 WIB
‎Dugaan 22 Anak SD Keracunan Makanan dari Program MBG, Ketua GMNI Inhil: Kurangnya Kontrol Pihak Terkait
Sabtu, 23 Agustus 2025 | 19:24 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Insight
Peringati HUT Kemerdekaan RI, DPC GMNI Touna dan DPK GMN Bung Tomo Manajenen Gelar Nobar Sekaligus Bedah Film bersama Masyarakat
Kabar GMNI
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Kabar PA GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Kabar PA GMNI
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi
Kabar PA GMNI

Lainnya Dari Marhaenist

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto. Dok. PDIP
Polithinking

PDI Perjuangan Bakal Umumkan Capresnya Juni 2023 Mendatang

Marhaenist - Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto membuka memori di 2014 dan…

Infokini

GMNI Minta Jokowi Evaluasi Kinerja Menkominfo Terkait Amburadulnya Penghentian Siaran TV Analog

Marhaenist - Kebijakan penghentian siaran TV analog atau Analog Swicth Off (ASO)…

Kabar GMNI

Persatuan Alumni GMNI dan GMNI Bukan ‘Sayap’ Partai Politik

Marhaenist - Seperti diketahui GmnI terlahir pada tanggal 23 Maret 1954 di…

Kabar GMNI

UKT Naik, Mahasiswa Tercekik, GMNI Surabaya: Pemerintah Tidak Berpihak Pada Pendidikan

Marhaenist.id, Surabaya - Maraknya gelombang protes mahasiswa akibat melejitnya Uang Kuliah Tunggal…

Ketua DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jakarta Selatan, Dendy Se. MARHAENIST
Infokini

GMNI Jaksel Mendesak Kapolri Listyo Sigit untuk Bebaskan 6 Aktivis yang Ditangkap di Balikpapan Tanpa Syarat

Marhaenist, Jakarta – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Jakarta Selatan (GMNI Jaksel) menuntut…

Foto: Pernyataan Sikap GMNI Jakarta Selatan. MARHAENIST
Kabar GMNI

Pernyataan Sikap GMNI Jaksel: Cabut UU TNI dan RUU Kepolisian Negara serta Mendesak Reformasi Kepolisian yang Demokratis

Proses Historis: Dari Militerisme Orde Baru Ke Reformasi Yang Mandeg Sejarah Indonesia…

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berbicara dalam acara sampingan Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di Nusa Dua, Bali, Indonesia, 14 Juli 2022. Made Nagi/Pool via REUTERS
Polithinking

Sri Mulyani Libatkan Bank Dunia ke Agenda Prioritas Indonesia di G20

Marhaenist - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengajak Bank Dunia untuk terlibat…

Opini

GMNI Harus Kembali ke Jalan Persatuan

Marhaenist.id - Dalam beberapa tahun terakhir, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menghadapi…

Kabar GMNI

Peringati Hari Buruh Internasional, GMNI Kendari: Pemda Sultra Harus Memberikan Perlindungan Penuh terhadap Hak Buruh

Marhaenist.id, Kendari -Dewan pimpinan cabang (DPC) Gerakan mahasiswa Nasional indonesia (GMNI) Kota Kendari…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar PA GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

Ikuti Kami

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?