By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
Tambang Rampok Hak Rakyat, Ketua PA GMNI Kaltim Desak Presiden Prabowo Hentikan Operasi 13 Perusahaan Raksasa
Gelar Konfercab Persatuan, Rifki Pratama dan Andi Supriyanto Resmi Pimpin GMNI Bima
Refleksi Hari Jadi Kabupaten Rohul Ke-26 Tahun, GMNI: Momentum Evaluasi Pembangunan dan Penguatan Nasionalisme Kerakyatan
Heri Purnomo Kembali Terpilih Secara Aklamasi sebagai Ketua PA GMNI Kota Bekasi
Erick Thohir dan Serangkaian Keputusan Aneh

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2024 Marhaenist. Pejuang Pemikir. All Rights Reserved.
Opini

Membaca Ulang Demokrasi Nepotik dalam Politik Indonesia

Eko Zaiwan
Eko Zaiwan Diterbitkan : Jumat, 27 Juni 2025 | 13:36 WIB
Bagikan
Waktu Baca 4 Menit
Foto: Eko Zaiwan, Alumni GMNI/MARHAENIST.
Bagikan
iRadio

Marhaenist.id – Demokrasi yang kita anut—“dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”—dalam praktiknya telah mengalami berbagai modifikasi. Sistem pemilu langsung, kebebasan berkumpul dan berpendapat, serta eksistensi partai politik merupakan infrastruktur utama demokrasi yang terus dikembangkan sejak reformasi. Setiap pemilu, selalu hadir partai-partai baru yang menunjukkan semangat partisipasi politik warga.

Namun, meski secara prosedural demokrasi Indonesia tampak berjalan, substansi dan etikanya justru terus digerus. Salah satu penyimpangan paling menonjol adalah maraknya demokrasi nepotik, di mana kekuasaan politik diwariskan melalui hubungan darah atau kekerabatan, bukan berdasarkan kompetensi dan integritas.

Fenomena ini makin gamblang terlihat dalam berbagai pilkada dan pemilu. Seseorang bisa dengan mudah dicalonkan menjadi kepala daerah atau anggota legislatif karena statusnya sebagai anak, istri, adik, atau kerabat pejabat sebelumnya. Pemilu pun menjelma menjadi seremoni belaka yang hanya melegitimasi dominasi klan politik yang itu-itu saja.

Dalam konteks ini, demokrasi tak ubahnya kendaraan untuk mempertahankan kekuasaan keluarga. Nepotisme tidak hanya melanggar prinsip meritokrasi, tetapi juga menumpulkan akuntabilitas pemimpin terhadap rakyat. Ketika loyalitas politik diarahkan kepada keluarga, bukan kepada konstituen, maka kebijakan publik rawan tersandera kepentingan pribadi atau kelompok kecil.

Yang lebih mengkhawatirkan, praktik ini kerap difasilitasi oleh partai politik itu sendiri. Alih-alih menjalankan fungsi rekrutmen kepemimpinan berbasis kompetensi, banyak partai justru menjadi kendaraan privat bagi segelintir elite. Tak heran jika kaderisasi macet, dan ruang partisipasi rakyat makin menyempit.

Di sinilah letak persoalannya: demokrasi kita terlalu fokus pada prosedur, tetapi abai pada substansi. Pemilu boleh bebas, partai boleh banyak, dan kebebasan berekspresi dijamin. Namun, jika hasil akhirnya hanya melanggengkan kekuasaan keluarga, maka demokrasi telah kehilangan jiwanya.

Baca Juga:   Refleksi Perjuangan R.A Kartini: Emansipasi Perempuan dalam Ruang Ketenagakerjaan

Krisis kepercayaan dan keadaban

Konsekuensi dari demokrasi nepotik adalah krisis kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi. Ketika rakyat merasa bahwa suara mereka tak membawa perubahan, maka apatisme politik tumbuh subur. Partisipasi politik jadi formalitas, bukan ekspresi kesadaran.

Dalam jangka panjang, kondisi ini melahirkan stagnasi kebijakan. Pemimpin yang muncul dari jaringan nepotisme cenderung tidak progresif, bahkan anti-inovasi, karena lebih sibuk menjaga harmoni dalam lingkaran kekuasaan. Ruang publik yang seharusnya menjadi arena gagasan, berubah menjadi panggung politik transaksional.

Yang lebih parah, praktik semacam ini memudarkan nilai keadaban dalam politik. Demokrasi bukan sekadar sistem, tetapi juga etika. Ketika prinsip kesetaraan dan kepantasan dikalahkan oleh loyalitas darah, maka yang lahir bukan pemimpin, melainkan pewaris tahta.

Membongkar siklus

Menghadapi kenyataan ini, langkah korektif harus dilakukan di berbagai tingkat. Pertama, reformasi internal partai politik mutlak diperlukan. Partai harus berani membuka rekrutmen kepemimpinan secara terbuka, transparan, dan berbasis merit.

Kedua, penyelenggara pemilu perlu mendorong perbaikan regulasi yang lebih tegas terhadap potensi konflik kepentingan dalam pencalonan kerabat petahana. Aturan tentang batas waktu, wilayah kekuasaan, serta keterlibatan petahana dalam mendukung kerabat harus diperjelas.

Ketiga, masyarakat sipil harus terus memperkuat kesadaran kritis. Demokrasi akan sehat jika rakyat aktif, kritis, dan berani menolak politik dinasti. Kita tidak boleh terbiasa dengan politik yang diwariskan, bukan dipertanggungjawabkan.

Sudah saatnya kita menegaskan kembali bahwa demokrasi bukan sekadar soal memilih pemimpin, tetapi soal menjamin keadilan, kesetaraan, dan martabat manusia. Jika nepotisme terus dibiarkan menjangkiti demokrasi, maka yang tersisa hanyalah kulit demokrasi tanpa isi. Demokrasi kita akan kehilangan daya koreksi, dan rakyat kehilangan harapan.


Penulis: Eko Zaiwan, Alumni GMNI.

Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

Tambang Rampok Hak Rakyat, Ketua PA GMNI Kaltim Desak Presiden Prabowo Hentikan Operasi 13 Perusahaan Raksasa
Senin, 13 Oktober 2025 | 11:36 WIB
Gelar Konfercab Persatuan, Rifki Pratama dan Andi Supriyanto Resmi Pimpin GMNI Bima
Senin, 13 Oktober 2025 | 00:21 WIB
Refleksi Hari Jadi Kabupaten Rohul Ke-26 Tahun, GMNI: Momentum Evaluasi Pembangunan dan Penguatan Nasionalisme Kerakyatan
Minggu, 12 Oktober 2025 | 16:32 WIB
Heri Purnomo Kembali Terpilih Secara Aklamasi sebagai Ketua PA GMNI Kota Bekasi
Sabtu, 11 Oktober 2025 | 22:25 WIB
Erick Thohir dan Serangkaian Keputusan Aneh
Sabtu, 11 Oktober 2025 | 21:48 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Insight
Pertumbuhan Ekonomi Yang Menyisakan Luka Sosial dan Ekologis
Opini
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Kabar PA GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Kabar PA GMNI
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi
Kabar PA GMNI

Lainnya Dari Marhaenist

Infokini

Endus dugaan Terima Suap dalam Perekrutan Pandis, GMNI Minta Ketua Bawaslu Mimika Segera Diganti

Marhaenist.id, Mimika – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Mimika, Frans Wetipo, diduga…

Opini

Pemilu 2024 dan Tiktok

Marhaenis.id - Penggunaan media sosial dalam pemilu 2024 telah menjadi fakta yang…

IndonesianaOpini

DPR Bikin Emosi: Kok Bisa Orang-Orang ‘Kualitas Rendahan’ Duduk di Senayan?

Marhaenist.id - Sejak 25 Agustus 2025, rangkaian demonstrasi yang marak di berbagai…

Manifesto

Doktrin Ekonomi Karl Marx Bab I

MARHAENIST - Karl Kautsky adalah salah seorang sosialis dari Jerman. Dia memimpin…

Kabar GMNI

DPC GMNI Jaktim Dukung Pemerataan Anggaran KJP melalui Dana Sarapan Pagi Gratis

Marhaenist.id, Jakarta - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)…

Kabar GMNIOpini

Menapaki Jalan Persatuan: Rekonsiliasi Menjadi Konsekuensi Logis dari Perpecahan GMNI

Marhaenist.id - Tulisan ini bagian dari refleksi bagi kita sebagai kader GMNI…

Polithinking

Sesalkan Kekerasan Aparat ke Pembentang Spanduk di Gunungkidul, Ganjar: Anda Tahu kan Itu Rakyat?

Marhaenist.id, Pontianak - Kasus kekerasan yang dilakukan oknum aparat terhadap warga yang…

Kabar PA GMNI

Ketum PA GMNI: Arah Pembangunan Nasional Harus Mengacu Pada Pembukaan UUD 1945

Marhaenist - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bekerjasama dengan Dewan Pakar Nasional Persatuan…

Kabar GMNI

Kampus Kelola Tambang, GMNI Jatim: Ancam Tujuan Utama Pendidikan

Marhenist.id, Surabaya - Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPD GMNI)…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar PA GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

Ikuti Kami

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?