Marhaenist.id, Blitar – Usai menabur bunga di atas pusara Makam Bung Karno, masih di dalam pendopo makam, rombongan DPP PA GMNI melayani sejumlah wartawan yang telah menunggu sejak sore hari.
Pak Sis sapaan akrab Siswono Yudho Husodo duduk bersama Sejen DPP PA GMNI, Bung Abdy (Abdy Yuhana) dan tokoh senior GMNI, Bang Palar (Palar Batubara).
Rombongan lainnya berdiri dari pengurus DPP PA GMN di belakang Pak Sis. Ada Bang Anton (Antonius Manurung), Mas Ugi (Ugik Kurniadi), Bang Yori (Yori Yapani), Prof Ganjar (Ganjar Razuni) dan aktivis muda GmnI, Elo (R. Bg. Angelo Basario Marhaenis Manurung).
Negeri dan bangsa Indonesia boleh pasang surut menjalani alur dinamika sejarahnya, namun semangat tetap harus dijaga dan dipelihara, demikian Pak Sis membuka pernyataannya menanggapi pertanyaan para wartawan.
Pak Sis mengungkapkan, kedatangannya ke Kota Blitar untuk menebus kerinduan karena telah sekian lama tidak berziarah ke Makam Bung Karno.
“Bung Karno, sosok yang sangat terhormat. Ia menjadi inspirasi dan api penyemangat yang tak pernah padam bagi saya, bangsa dan rakyat Indonesia dan para generasi muda,” tuturnya.
Pak Sis mengingatkan bahwa bangsa Indonesia patut berbangga memiliki tokoh sebesar dan secemerlang Bung Karno. Bung Karno seorang nasionalis yang inklusif, kosmopolitan dan humanis.
Bahkan sepanjang hidupnya, tidak hanya memperjuangkan bangsanya sendiri, tetapi juga kemerdekaan, kebebasan dan keadilan bangsa-bangsa terjajah di seluruh dunia.
“Beliau tidak saja mendedikasikan seluruh hidupnya untuk kemerdekaan dan kemajuan bangsa Indonesia. Tetapi aktif juga memperjuangkan kemerdekaan, kebebasan dan keadilan bagi masyarakat dunia, terutama rakyat di negara-negara miskin, tertinggal dan terjajah,” sambung Pak Sis.
Pak Sis mengungkapkan, adalah jamak jika perjalanan suatu bangsa mengalami pasang surut dalam mencapai dinamika perjalanan sejarahnya.
Meski demikian, semangat untuk terus mengobarkan semangat perjuangan yang diwariskan Bung Karno harus tetap menyala di dada setiap anak bangsa.
“Perjalanan suatu bangsa mengalami pasang surut, naik dan turun, itu hal yang biasa. Paling penting yang harus kita jaga adalah api semangat dari warisan pemikiran dan ajaran Bung Karno, harus tetap menyala,” ujar Pak Sis lagi.
Ia menekankan pentingnya seluruh entitas bangsa menjaga semangat nasionalisme agar Indonesia tetap menjadi bangsa yang kuat dan disegani di tengah perubahan global yang sangat pesat dan makin komplek.
Peran geo politik Bung Karno bisa menjadi pedoman bagaimana bersikap di tengah perubahan lobal yang makin komplek dengan sejumlah tantangan dan dinamikanya.
Menurut Pak Sis, sebagaimana di masa jayanya Bung Karno, meski sebagai negara bekas jajaran, namun Indonesia berusaha untuk menjadi pusat dari dinamika percaturan politik global.
“Sebagaimana yang dilakukan Bung Karno di masanya, Indonesia harus tetap bisa leading. Dunia berubah dengan sangat cepat, dan kita harus siap,” tambah Pak Sis.
Ia mengingatkan akan apa yang selalu disampaikan Bung Karno sebagai pesan kepada rakyat Indonesia, terutama para generasi muda.
“Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit. Optimisme dan Api Soekarno ini harus terus kita pegang kita jaga nyalanya agar terus berkobar dan bangsa ini bisa terus semakin maju dan makin dihormati di dunia,” jelas Pak Sis.
Pak Sis mengenang peran geo politik Bung Karno dalam memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional demi memperjuangkan kemerdekaaan bangsa-bangsa terjajah di seluruh dunia.
Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955 menjadi icon bagaimana peran geo politik Bung Karno untuk memperjuangkan keadilan dan kesetaraan bangsa-bangsa di dunia.
Nasionalisme yang diperjuangkan Bung Karno, adalah nasionalisme yang inklusif, terbuka, humanis sekaligus demokratis. Bukan “Jinggo Nationalism”, nasionalisme yang chauvinistik, xenophobia, eksklusif dan tertutup, terutama terhadap humanisme dan demokrasi kerakyatan.
“Konferensi Asia Afrika menjadi inspirasi, api pengobar semangat bagi banyak negara di Asia, Afrika bahkan Amerika Latin untuk merdeka. Memperjuangkan kemerdekaan, keadilan, kesetaraan dan kemanusiaan bagi seluruh bangsa di dunia,” lanjut Pak Sis.
Melalui peran geo politiknya, Bung Karno telah menunjukkan kepeloporan Indonesia di dunia yang sampai hari ini apa yang diperjuangkan setengah abad lalu masih sangat relevan.
Konferensi Asia Afrika tahun 1955 dan Dasasila Bandung yang menjadi komunike politik internasional yang sampai hari ini justru makin relevan.
“Konferensi Asia Afrika telah memberi inspirasi bagi puluhan negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin untuk merdeka mengikuti jejak Indonesia,” kata Pak Sis.
Apa yang diperjuangkan Bung Karno setengah abad lalu, kini justru menjadi sangat relevan bila melihat situasi geo politik saat ini soal isu kemerdekaan, keadilan dan kesetaraan seluruh bangsa di dunia.
Bung Karno, sejak lima abad lalu, telah menyampaikan gagasan kosmopolitan tentang tatanan dunia baru. Internasionalisme yang berkeadilan, berperikemanusiaan, yang setara, saling menghormati, saling memerdekakan (membebaskan).
Bebas dari belenggu dan penindasan antar manusia dan antar bangsa sebagaimana kolonialisme dan imperialisme seperti yang diimpikan lewat pidato internasionalnya, “To Build the World a New” pada Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Newy York, Amerika, 30 September 1960.
Berdirinya kaukus internasional BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan) dengan seluruh perjuangannya yang menginginkan keseimbangan politik dunia dalam tatatan yang adil dan setara, adalah hal yang diperjuangkan Bung Karno setengah abad lampau.
“Isu keseimbangan global, tataran internasional yang adil dan setara, adalah hal-hal yang lima puluh tahun lalu telah diperjuangkan Bung Karno. Hari ini, apa yang dipikirkan Bung Karno menemukan basis materialnya, dan menjadi sangat relevan,” pungkas Pak Sis.
Sementara itu, Sekjen DPP PA GMNI, Abdy Yuhana juga mengungkapkan bagaimana peran geo politik dan kosmopolitanisme Bung Karno sangar relevan pada hari-hari ini.
Apa yang diperjuangkan Bung Karno, sebagai manifestasi dari pemikiannya, jika diletakan dengan Fenomena sosial dan politik hari ini, di dalam negeri maupun di percaturan politik global, menjadi sangat kompatibel dan relevan.
Abdy mengungkapkan bagaimana ajaran-ajaran dan pemikiran Bung Karno menjadi terasa penting untuk dijadikan pedoman dan acuan, terutama yang berkaitan dengan Pancasila.
“Keteguhan terhadap asas Pancasila dan asas Perjuangan Trisakti, masih sangat relevan dan mendesak untuk diterapkan dalam konteks kebangsaan saat ini,” tuturnya.
Abdy menjelaskan bagaimana sepanjang hidupnya, Bung Karno selalu menekankan pentingnya berpegang teguh pada ideologi Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah kebangsaan Indonesia.
Selain itu, konsep Trisakti yang meliputi berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, juga menjadi pedoman perjuangan yang tidak lekang oleh waktu.
“Kedua asas ini merupakan fondasi kokoh yang harus terus dipegang, dipedomani sebagai landasan ideal sekaligus praksis untuk mencapai kemajuan bangsa sesuai cita-cita Bung Karno tentang kebangsaan, kemanusiaan, kerakyatan dan keadilan,” jelas Abdy.
Abdy menyoroti pesan Bung Karno tentang “ambeg paramarta”. Pesan ini mengandung makna memiliki sifat utama atau mengedepankan kebijaksanaan dalam menyelesaikan berbagai persoalan kebangsaan.
“Prinsip ini memiliki relevansi yang sangat tinggi dalam menghadapi kompleksitas tantangan di era kontemporer saat ini,” tambahnya.
Mengambil hikmah dari ziarah ke Makam Bung Karno, PA GMNI mengkampanyekan pentingnya menjaga persatuan dan keutuhan bangsa dari berbagai ancaman yang dapat menyebabkan perpecahan.
Abdy dan Pak Sis mengungkapkan berbagai hal yang merugikan, seperti korupsi, separatisme di Papua, dan dinamika sosial lainnya yang harus diatasi agar negara ini tetap utuh dan kuat.
“Tentu hal paling tidak kita inginkan, sebagaimana yang Bung Karno selalu hindari, ialah jangan sampai Indonesia tercerai berai akibat permasalahan internal di kalangan anak-anak bangsanya sendiri,” tasdas keduanya.
Jumat malam itu, atau malam Sabtu Kliwon, usai wawancara dengan sejumlah wartawan, rombongan DPP PA GMNI merasa lebih plong karena agenda utamanya, ziarah ke Makam Bung Karno, telah tertunaikan dan rasa rindu telah terlampiaskan.
Mereka melanjutkan ke acara lebih santai. Makan malam di sebuah rumah makan yang asri di rumah makan dengan desain Joglo, lengkap dengan berbagai ornamen serta pernak-pernik arkhaik khas masyarakat tradisional Jawa.

Rumah Makan “Djoglo Djatimalang”, terletak di Jalan Raya Ir Soekarno, Kota Blitar, tidak jauh dari mausoleum Makam Bung Karno.
Menjadi tempat yang dipilih Mas Yanu (Yanu Indriyantoro, Kasatpol PP Pemkot Blitar), untuk makan malam dan melepas penat seharian perjalanan.
Diantara menikmati sajian menu makanan, mereka menikmati Bang Anton, dengan suaranya yang khas, menyanyikan sejumlah lagu.

Diantaranya “My Way”, lagu ikonik yang dinyanyikan diva music Amerika, Frank Sinatra di tahun 1969 dan menjadi salah satu lagu popular yang paling banyak didaur ulang, atau dinyanyikan oleh banyak orang di berbagai kesempatan.
Malam itu, Bang Anton, diantaranya, menyumbangkan lagu “My Way”, spesial untuk Pak Sis dan rombongan PA GMNI yang telah menyusuri Sebagian punggung Pulau Jawa untuk kembali menyapa Bung Besar, Soekarno, yang telah beristirahat dalam damai dan keabadian.***
Penulis: Redaksi/Editor: Bung Wadhaar.