By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar Alumni GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
Pulau Buru dan Pengarahan Tenaga Kerja Tapol
Ironi di Kawasan HTI RAPP: GMNI Temukan Sekolah Beralas Pasir dan Lansia Terabaikan Fasilitas Kesehatan di Kampar Kiri
Beredar Akun Facebook Palsu Atas Nama Dirinya, Karyono Wibowo: Ada Orang yang tidak Bertanggungjawab – Mohon Abaikan
Andai Bank BRI Jadi Bank Koperasi Seperti Desjardins Bank
Diskusi Publik Persatuan Alumni GMNI Jakarta, Anies Baswedan Tekankan Ekonomi Berkeadilan

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar Alumni GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.
Opini

Pertumbuhan Ekonomi Yang Menyisakan Luka Sosial dan Ekologis

Indo Marhaenist
Indo Marhaenist Diterbitkan : Sabtu, 11 Oktober 2025 | 08:38 WIB
Bagikan
Waktu Baca 3 Menit
Para pekerja kantoran berjalan pulang di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. FILE/IST. Photo
Bagikan

Marhaenist.id – Di tengah hiruk-pikuk angka pertumbuhan ekonomi, Indonesia kembali dihadapkan pada paradoks lama: ekonomi tumbuh di atas luka sosial dan kerusakan alam. Pemerintah pusat bangga dengan stabilitas makro, namun di baliknya, hutan menyusut, udara kotor, dan desa-desa kehilangan sumber air bersih akibat ekspansi tambang dan perkebunan besar. Bagi mazhab sosialis, pertumbuhan semacam ini bukanlah kemajuan, melainkan gejala penyakit struktural.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa serapan anggaran di tingkat pusat dan daerah masih rendah, rata-rata hanya sekitar 60 persen. Artinya, bukan uang yang kurang, melainkan program yang tidak berpihak kepada rakyat. Anggaran besar mengendap di rekening negara, sementara petani, nelayan, dan pekerja kecil terus bergulat dengan harga yang tak menentu dan akses publik yang minim. Birokrasi kita, seperti kata rakyat dengan getir, “ombes, kerja sedikit, gaji milyaran.”

Foto: Dr. med. vet. Rudi Samapati, Alumni GMNI, FKH UGM/MARHAENIST.

Dalam pandangan sosialis, ini menunjukkan adanya kelas birokrasi dan elite ekonomi yang telah menjauh dari fungsi sosial negara. Mereka menikmati hasil struktur kapitalistik tanpa benar-benar memproduksi nilai untuk masyarakat. Negara yang seharusnya menjadi alat rakyat berubah menjadi pelayan kepentingan modal dan kenyamanan birokrat.

Mazhab sosialis menolak pandangan sempit bahwa ekonomi hanya diukur dari angka pertumbuhan PDB. Pertumbuhan yang menghancurkan lingkungan, menyingkirkan petani, dan memperkaya segelintir orang tidak bisa disebut kemajuan. Sebaliknya, ekonomi harus dinilai dari sejauh mana ia mampu menciptakan keadilan sosial dan ekologis: kesejahteraan yang merata, kerja yang manusiawi, dan harmoni dengan alam.

Kerusakan alam yang kini merajalela, dari krisis air hingga kebakaran hutan adalah bukti bahwa pertumbuhan yang berorientasi laba telah kehilangan arah moralnya. Alam dieksploitasi habis-habisan demi statistik ekonomi, sementara rakyat yang bergantung pada tanah dan air justru menanggung akibatnya. Sosialisme mengingatkan bahwa manusia dan alam adalah satu kesatuan produksi kehidupan, bukan objek eksploitasi.

Baca Juga:   (Refleksi 80 Tahun Indonesia Merdeka) Bukan Emas, Melainkan Indonesia (C)emas: Indonesia Menuju Kehancuran Raya

Karena itu, solusi sejati bukan sekadar menaikkan anggaran atau mengganti menteri, tetapi mengubah orientasi pembangunan: dari profit ke kebutuhan rakyat, dari pertumbuhan ke keberlanjutan. Rakyat harus dilibatkan dalam perencanaan dan pengawasan anggaran, sementara negara harus menegakkan fungsi sosialnya, menjamin pendidikan, pangan dan lingkungan yang layak untuk semua.

Pertumbuhan sejati bukanlah ketika angka naik, tetapi ketika manusia dan alam sama-sama tumbuh dalam keadilan.


Penulis: Dr. med. vet. Rudi Samapati, Alumni GMNI, FKH UGM.

iRadio
Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

Pulau Buru dan Pengarahan Tenaga Kerja Tapol
Rabu, 26 November 2025 | 23:43 WIB
Ironi di Kawasan HTI RAPP: GMNI Temukan Sekolah Beralas Pasir dan Lansia Terabaikan Fasilitas Kesehatan di Kampar Kiri
Rabu, 26 November 2025 | 12:29 WIB
Beredar Akun Facebook Palsu Atas Nama Dirinya, Karyono Wibowo: Ada Orang yang tidak Bertanggungjawab – Mohon Abaikan
Senin, 24 November 2025 | 11:18 WIB
Andai Bank BRI Jadi Bank Koperasi Seperti Desjardins Bank
Minggu, 23 November 2025 | 07:46 WIB
Diskusi Publik Persatuan Alumni GMNI Jakarta, Anies Baswedan Tekankan Ekonomi Berkeadilan
Sabtu, 22 November 2025 | 22:03 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Masa Jabatan Legislatif Tanpa Ujung: Celah yang Mengancam Alam Demokrasi
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi

Lainnya Dari Marhaenist

Ganjar: Kampanye Sudah Selesai, Saatnya Rakyat Menilai

Marhaenist.id, Bogor - Bogor pecah! Puluhan ribu warga Jawa Barat tumpah ruah…

Semaoen, Sang Pendiri Partai Komunis di Indonesia

Marhaenist.id - Dialah Semaoen pendiri Partai Komunis Indonesia atau PKI. Semaun adalah…

Gelar PPAB Ke 3, DPK GMNI FISIP UHO Kendari Berharap Lahirkan SDM yang Berkualitas

Marhaenist.id, Kendari - Dewan Pengurus Komisariat (DPK) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)…

Ganjar-Mahfud Tampil Stylish dengan Jaket Varsity Karya Anak Bangsa di Debat Terakhir

 Marhaenist.id, Jakarta - Pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD selalu tampil beda dalam panggung…

Sekelompok suporter membawa seorang korban pria di stadion Kanjuruhan, Malang selama huru-hara keributan terjadi. AFP/Getty Images

127 Orang Tewas Dalam Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang

Marhaenist - Sebanyak 127 orang dilaporkan meninggal dunia dalam tragedi yang terjadi…

Ketum PA GMNI: Transisi Demokrasi Tak Boleh Set Back ke Era Sebelum Reformasi

Marhaenist.id, Jakarta - Ketua Umum DPP Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia…

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menemui warga yang berunjuk rasa saat peresmian Flyover Ganefo, Mranggen, Kabupaten Demak, Kamis (13/10/2022). MARHAENIST/Dok Humas Jateng

Gercep! Ganjar Bereskan Demo dan Tuntutan Warga di Flyover Ganefo

Marhaenist - Tidak butuh waktu lama bagi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo…

Kucing Hitam Atau Kucing Putih dan Deng Xiaoping

MARHAENIST - Ketika mendengar ungkapan "Kucing Hitam Kucing Putih", pikiran tentang kucing…

Abdy Yuhana: Dirgahayu TNI ke 79, Politik TNI Adalah Politik Kebangsaan dan Kenegaraan

Marhaenist.id, Jakarta -  Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Alumni (PA)…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar Alumni GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

🎧 Online Radio

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Ikuti Kami
Merdeka!

Masuk ke akunmu

Lupa passwordmu?