MARHAENIST – Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesi Perjuangan (Sekjen PDIP) Hasto Kristiyanto mengungkapkan terkait dengan asal usul isu pengambil alihan partai berlambang kepala banteng dari ketua umum Megawati Soekarnoputri.
Menurut Hasto, PDIP pertama kali mendengar isu tersebut dari seorang mantan menteri yang dihubungi oleh salah satu menteri di Kabinet Indonesia Maju (KIM). Menteri aktif tersebut kemudian meminta pendapat dari mantan menteri tersebut, soal keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadi ketua umum PDI Perjuangan.
“Ini sudah saya sampaikan ke publik,” kata Hasto di Gedung KPK, Kamis (15/08/2024).
Hasto sendiri memang enggan membeberkan identitas mantan menteri yang dimintai pendapat oleh menteri atau orang kepercayaan Jokowi tersebut.
Meski demikian, kata Hasto, PDIP awalnya tak terlalu menganggap serius isu yang bergulir tersebut. Akan tetapi, partai tersebut kemudian menjadi waspada dan siaga usai dinamika politik yang terjadi di Partai Golkar.
Pekan lalu, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto tanpa alasan yang jelas dan kuat mengundurkan diri dari jabatannya. Belakangan, dia dikabarkan harus berhadapan dengan kasus hukum yang telah lama menyanderanya, sehingga lebih baik mundur sebelum pendaftaran Pilkada Serentak 2024 atau ada indikasi kasus hukumnya di proses kembali jika tidak mengundurkan diri.
Meskipun mengejutkan, lengsernya Airlangga dari kursi Ketua Umum Golkar yang tiba-tiba dan mendadak, sudah menjadi isu sejak pertengahan 2023 lalu. Pada saat itu, sejumlah kabar telah menyebutkan adanya gerakan dari beberapa kelompok Golkar untuk mengganti Airlangga melalui Munaslub sebelum Pemilu 2024.
Sejumlah nama pun muncul sebagai calon pengganti Airlangga, salah satunya Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang juga cukup dekat dengan Jokowi. Kini, usai satu tahun berlalu, nama Bahlil kembali mencuat sebagai calon tunggal ketua umum Golkar.
“Kemudian melihat apa yang terjadi dengan Partai Golkar. Mula-mulanya juga hanya rumor seperti itu, dan ternyata itu kan terjadi,” ungkap Hasto.
Menurut Hasto, semakin seriusnya isu pengambilalihan kemudian membulatkan lagi tekad Megawati untuk kembali maju sebagai calon ketua umum pada Rakernas 2025.
“Ketika ada pihak-pihak yang mencoba secara langsung atau pun tidak langsung menggunakan kekuasaannya mencampuri kedaulatan PDI Perjuangan yang dijamin oleh konstitusi, Undang-undang, maka seluruh jajaran partai dengan militansi tinggi, dengan pertaruhan jiwa raga siap akan membela ibu Mega,” terangnya.
Lebih lanjut Hasto menjelaskan, bahwa semua kader PDI Perjuangan, dan bahkan kebanyakan orang biasa, melihat sosok Megawati Soekarnoputri sebagai bukan hanya Ketua Umum PDI Perjuangan, tetapi juga merupakan putri dari Proklamator RI Sukarno. Artinya Megawati adalah juga merupakan salah satu saksi sejarah berdirinya NKRI.
Dan di dalam proses bernegara, Megawati juga menjadi bagian dari ide serta gagasan-gagasan besar tentang Indonesia Raya. Bahkan dalam hal tertentu, Mega juga kerap dianggap telah menjadi suatu ide dan simbol serta legacy di dalam melawan hukum otoriter, simbol perlawanan tergadap pemerintahan yang penuh dengan kolusi, korupsi, dan nepotisme dan perlawanannya pada saat Orde Baru (Orba) berkuasa, ia selalu berada di depan menentang sikap otoritarianisme dari penguasa saat itu.
“Bu Mega juga menjadi ide dan gagasan terhadap demokratisasi yang menempatkan hak kedaulatan Rakyat untuk melakukan pemilihan secara langsung. Bu Mega menjadi legacy di dalam jalan demokratisasi itu. Sehingga ketika ada pihak-pihak yang mau mencoba mengganggu kedaulatan Partai, baik secara langsung ataupun tidak langsung, dan akan mencoba mengambil alih kepemimpinan Ibu Megawati Soekarnoputri, maka kemarin seluruh kader Partai menyatakan siap bergerak dengan taruhan nyawa sekalipun di dalam menjaga kedaulatan Partai. Kami ini Partai Militan,” bebernya.
Menurut dia, langkah itu bukan hanya asal mengecap, Hasto menyebut dengan digerakkan oleh Ketua DPP PDI Perjuangan bidang kehormatan partai Komaruddin Watubun serta para kader dari kalangan purnawirawan TNI, konsolidasi terus dilakukan oleh puluhan ribu Satgas PDI Perjuangan yang tersebar di seluruh Indonesia. Konsolidasi pun dilakukan setiap minggu.
“Itu adalah suatu bentuk militansi kami. Suatu bentuk totalitas kami di dalam mewujudkan Satyam Eva Jayate, imbuhnya.
“Sehingga jangan main-main dengan PDI Perjuangan karena kami Partai yang sah. Kami Partai yang taat pada hukum. Kami Partai yang menegakkan demokrasi, kebebasan pers, dan berbagai upaya-upaya agar kedaulatan rakyat betul-betul dihormati di negeri ini,” tegasnya.
Dan mengambil momen Agustus dimana perayaan kemerdekaan RI dilakukan, Hasto mengingatkan tentang meningkatnya semangat perlawanan atas kolonialisme. Ironisnya, justru saat di bulan kemerdekaan ini pula, isu pengambilalihan partai politik sedang santer di Indonesia.
“Tapi bagaimanapun ini bulan Agustus. Bulan yang mencerminkan suatu semangat untuk melawan hukum kolonial. Bulan yang mencerminkan pertaruhan jiwa dan raga agar rakyat Indonesia punya jiwa-jiwa merdeka. Karena itulah jiwa-jiwa merdeka ini tidak bisa dibungkam dengan cara apapun,” tandasnya.
“Jadi kami akan menjaga marwah Partai, kedaulatan Partai, dan terlebih kehormatan Ketua Umum PDI Perjuangan Ibu Megawati Soekarno Putri,” pungkasnya.