Marhaenist.id – Pelukis Yos Suprapto menggelar pameran tunggal di Galeri Nasional, Jakarta (19/12). Sebanyak 30 lukisan dipajang dalam pameran bertajuk: “Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan”.
Apa yang terjadi pada malam pembukaan pameran membuktikan ada intervensi kekuasaan yang mulai merambah dunia seni rupa di Indonesia. Pihak keamanan meminta 5 dari 30 lukisan dilarang untuk ditampilkan.
Yos Suprapto menolak dengan tegas, akibatnya pintu masuk Galeri Nasioal disegel aparat keamanan. Pengunjung yang sudah berderet masuk gagal menyaksikan semua lukisan yang ada di dalam.
5 lukisan yang dibredel bertema sosok penguasa dan intrik politik kekuasaannya. Lukisan pertama menggambarkan sosok penguasa duduk di kursi singgasana. Di belakangnya ada kekuatan Polisi dan Militer sementara di bawah kaki penguasa ada beberapa sosok elite yang sedang bersusah payah menghamba di bawah ancaman senapan.
Lukisan kedua bercerita tentang seekor banteng merah bermoncong putih yang sedang dibujuk seseorang berbaju putih dengan latar belakang Bangunan Istana Negara bertulis tahun 2010.
Pada lukisan ketiga mencitrakan kursi kekuasaan yang dibawa terbang oleh seorang berwajah lelaki setengah baya namun bertubuh bayi. Sementara pada lukisan keempat mengilustrasikan sosok petani yang sedang menyuapi lelaki berpakaian pejabat yang sedang tergeletak tak berdaya.
Yang terakhir lukisan dengan latar belakang bangunan IKN, di depannya 2 sosok telanjang mengilustrasikan proses persenggamaan dan perselingkuhan disaksikan puluhan kepala berbagai ekspresi kemarahan. Salah satu sosok telanjang memakai mahkota khas negara Tiongkok.
Jika kemudian 5 lukisan tersebut diartikan sebagai Jokowi hingga berujung pembredelan, maka justru menjadi penegasan makna dari lukisan tersebut. Sosok mantan orang nomer satu di Republik ini selama 10 tahun yang sudah kebal dihujat dan dicaci maki, namun mendadak geram pada 5 lukisan yang bercerita banyak hal.
Apakah seorang Jokowi sedang berkuasa? Secara aturan tidak. Dia justru lebih berkuasa saat meninggalkan singgasana, membawa terbang kursi kekuasaan.
Seniman dalam posisi tatanan sosial menjadi jembatan antara penguasa dan rakyatnya. Jika katalisator itu ikut dibungkam maka tinggal menunggu waktu meledaknya kemarahan rakyat kepada penguasanya.
Penulis : Dahono Prasetyo, Tokoh Nasional.